Senin, 29 September 2008

Jangan Takut Menjadi Follower

”Yah..bisanya ikut-ikutan aja siiiih.. ! Ih.. itu kan sama dengan produk merek "A" ya.. ! Gak kreatif deh.. !?”

Kalimat-kalimat seperti itu sering kita dengar bahkan mungkin kita lontarkan ketika kita melihat suatu produk keluaran baru yang mirip atau cenderung sama dengan produk yang keluar terlebih dahulu. Apalagi produk keluaran baru itu merupakan produksi dari perusahaan yang tidak se"tenar" perusahaan pencetus produk pertama kali. Bahkan kebanyakan orang langsung men"cap" produk keluaran baru itu tidak lebih baik dari produk yang keluar terlebih dahulu.

Meniru..? Jadi Follower dong..? Yah... memang disebut Follower, tapi apakah menjadi Follower merupakan hal yang salah ? dan apakah Follower tidak dapat berhasil ? Jawabannya : TIDAK. Namun tentu saja semua itu tergantung bagaimana kita mengupayakan segenap pikiran dan kemampuan untuk mengimprovisasi produk kita menjadi "berbeda" di mata konsumen, meskipun konsep dasar dari produk kita sama dengan produk lainnya.

Sejak "TK" (sebut saja demikian), produk minuman teh dalam kemasan botol diluncurkan, aku lebih memilihnya dibandingkan produk minuman teh merek lainnya ("TB"). Padahal "TB" keluar terlebih dahulu bahkan dapat dikatakan produk pertama untuk minuman teh dalam kemasan botol, dan produk itu telah menguasai pasar cukup besar. Mengapa aku pilih "TK" ? Pertama, isinya lebih banyak dibandingkan "TB", pas dengan kebutuhan aku kala haus, tidak terlalu banyak juga tidak terlalu sedikit. Kedua mengenai rasanya... yah.. relatif sama dengan "TB". Ketiga, masalah harga..? relatif sama juga dengan "TB". Tapi kan dengan harga yang sama, aku dapat minum lebih banyak... Dasar konsumen... :)

Dari sekian banyak produk susu anak-anak yang beredar di pasaran. Dapatkah kita bayangkan bagaimana ketatnya persaingan di produk tersebut ? Tapi mengapa selalu bermunculan produk-produk baru, baik yang diproduksi oleh perusahaan yang sudah "exist" maupun perusahaan "new comer" ? Jawabannya adalah karena mereka melihat bahwa selalu ada peluang dan mereka memanfaatkan peluang itu dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif.

Pada satu kesempatan, di tengah-tengah obrolan mengenai kebutuhan anak dengan beberapa temanku yang sudah memiliki anak, aku sempat menanyakan produk susu apa yang mereka pilih untuk anak-anaknya. Temanku yang satu mengatakan memilih produk "A", selain karena rasa yang disukai anaknya, juga karena produk itu sering memberikan hadiah langsung yang bermanfaat seperti VCD atau kaset yang mendidik anak-anak tentang pengenalan alam dan satwa. Dan temanku yang satu mengatakan bahwa untuk produk susu anak, ia tidak terpaku pada satu merek tertentu, terkadang ia membeli produk yang menawarkan promosi menarik. Contohnya apabila ada program discount "beli 3 gratis 1", pasti ia akan langsung membelinya bahkan untuk persediaan yang cukup lama.

Selain itu, aku pernah melihat promosi produk pewangi dan pelembut pakaian di sebuah supermarket, dimana produk itu mengunggulkan kelembutannya yang sangat nyaman bahkan untuk pakaian dan handuk anak-anak. Sungguh unik promosi yang dilakukannya, dimana mereka menempatkan sebuah tempat tidur anak yang mungil, dilengkapi dengan sprei, selimut dan boneka lucu di atasnya. Untuk setiap pembelian produk dalam jumlah tertentu, pembeli mendapatkan foto gratis langsung jadi untuk anaknya yang berpose di atas tempat tidur tersebut. Tempat tidur itu ditempatkan tepat di belakang kasir, meskipun berada di posisi agak ujung, namun dengan tampilan kasur dan perlengkapannya yang warna-warni mencolok, ditambah sang tukang foto bak fotographer handal serta pramuniaga cantik nan manis, sangat menarik minat pengunjung di supermarket bahkan pengunjung di luar supermarket untuk membeli produk itu.

Jadi, meskipun produk relatif sama, belum tentu penjualan dari perusahaan yang sudah terkenal dan masuk pasar terlebih dahulu akan lebih baik dibandingkan perusahaan yang mengeluarkan produk belakangan. Yang terpenting adalah bagaimana kita dapat membedakan produk kita dari yang lain, dari sisi harga yang lebih murah, tampilan produk yang unik, fungsi tambahan atas produk, program promosi yang menarik, dan masih banyak hal yang dapat kita upayakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

Menjadi Follower itu bukan semata-mata hanya sebagai pengikut saja dan tidak dapat sukses. Begitu banyak hal yang dapat kita jadikan "pembeda". Jadi, walaupun berstatus sebagai follower, asalkan kita dapat mengelola segala sesuatunya dengan baik, mengutamakan dan mengenali kebutuhan konsumen, terus kreatif, serta tetap memperhitungkan Cost & Benefit, maka Follower pun dapat meraih sukses.

So.. Don't affraid to be Follower .. !

Kamis, 25 September 2008

Indahnya Berbagi...

Tak terasa 4 bulan telah berlalu..
Dengan kesibukan pekerjaan dan aktifitas rutin yang begitu menyita waktu kami..
Akhirnya kegiatan bakti sosial kami pun kembali dilaksanakan.
Kali ini tujuan kami adalah sebuah panti asuhan, tepatnya di Yayasan Panti Asuhan Anak Putra Utama 01 Klender, Jakarta Timur.

Kamis, 18 September 2008

Hiruk pikuk, lalu lalang orang-orang di sepanjang gang pertokoan hampir mengaburkan pandangan kami..
Ditambah suara teriakan para penjual memanggil-manggil calon pembeli sungguh memekakkan telinga kami.. Namun kami pun berjalan dengan pasti, berhimpitan dengan kerumunan orang disana.
Yah.. begitulah suasana perdagangan di Tanah Abang pagi itu sekitar pkl.09.00, ketika kami, 3 orang perempuan nekad berada di keramaian tesebut, demi mendapatkan pakaian baru ’tuk anak-anak panti yang sesuai dengan dana sumbangan yang terkumpul.

Dengan berbekal tekad dan semangat yang kuat (bercampur antara jiwa sosial dan belanja, akhirnya kami berhasil mendapatkan barang berupa pakaian anak-anak, yang jumlahnya... emm.. sekarung besar, yah.. hampir sebesar 2 orang dewasa kalau disatukan.... Puas lah hati kami, akhirnya kami kembali ke kantor (sebagai basis pengumpulan barang sumbangan), walaupun bermacet ria di panas terik yang membuat kerongkongan kami haus tiada taranya. Belanja pun dilanjutkan ke ITC Kuningan, ’tuk membeli tas anak-anak guna melengkapi baju yang telah kami beli..

Setelah semua barang terkumpul, kami bersatu padu membereskan persiapan semua barang sumbangan dengan sukacita. Merapikan plastik, membungkus, menyatukan tas dan baju, sampai menamai satu-satu paket per nama anak.

Tak terasa, dengan bantuan banyak tangan, pekerjaan pun selesai lah sudah, hanya tinggal melengkapi beberapa persiapan lainnya seperti games dan hadiah akan dilanjutkan esok hari, karena masing-masing dari kami pun sudah lelah seharian bekerja dan beraktifitas.

Sabtu, 20 September 2008

Siang hari pkl. 01.00, semua team The C Club tengah berkumpul di BNT. Sembari sebagian orang membereskan barang-barang untuk dibawa, sebagian lainnya briefing persiapan acara games. Dengan tetap semangat, kami pun membawa barang yang buanyaaakk... ke basement ’tuk siap diberangkatkan. Barang-barang mulai ditata sampai berjejal-jejal ke dalam mobil, dan akhirnya ... fiuhh... semua aman terkendali.. . Kami pun berangkat sekitar pkl. 02.30 ke lokasi.

Sesampai disana, sementara beberapa orang bertemu dengan ibu dan bapak pengurus panti, sebagian lainnya menurunkan barang-barang, sembari menunggu anak-anak berkumpul selesai sholat. Tak berapa lama pun, 89 anak tengah berkumpul di aula, tempat kami bermain dan berbagi kebahagiaan sepanjang hari itu. Nampak keceriaan di wajah anak-anak, walaupun letih sudah pasti dirasakannya, selain karena berpuasa, juga setelah beraktifitas di sekolah. Terlihat dua anak terlelap tidur di kumpulan anak-anak lainnya, bahkan ada yang tertidur di lantai (haha.. pasti capek sekali dia..  ), namun acara terus dilanjutkan.

Games dimulai dengan permainan kelompok. Mereka bermain dengan antusias, diawali dengan pemilihan nama kelompok yang bertemakan buah-buahan, ada mangga, pisang, salak, nanas, dsb. Game pertama adalah pertanyaan rebutan, dimana pertanyaan dapat dijawab oleh kelompok mana saja yang mengangkat tangannya. Apabila dapat menjawab maka nilai pun didapat. Pertanyaan demi pertanyaan dilalui tanpa kesulitan, walaupun ada satu pertanyaan yang sempat membuat ”geger” anak-anak panti plus The C Club, hanya karena soal kucing dan musang.. Jadi, berbentuk hewan apakah tokoh Naruto itu ? Kucing atau Musang.. ? Kucing.. ? Musang... ? uughh.... 


Games lain yang tak kalah seru adalah permainan pesan berantai, dimana 5 anak dari masing-masing kelompok harus membisikkan pesan yang diterima dari team The C Club, dimulai dari anak paling belakang sampai ke yang paling depan. ”Lutut kaki kakekku pegal-pegal karena berjalan-jalan di Pasar Baru”. Haha.. lucu sekali jawaban anak-anak itu, serius pula ketika membacakan pesan ke panitia. Ada yang lengkap, ada yang kurang lengkap, ada yang sangat tidak lengkap.. ”Lutut pegal-pegal di Pasar Baru.. ” apalah.. macam-macam deh..

Games kelompok terakhir adalah tebak raga, dimana ketua kelompok diberi soal kemudian harus diperagakan ke kelompoknya untuk ditebak jawabannya. Semua pertanyaan dilalap habis oleh anak-anak. Cerdas dan aktif sekali mereka..

Akhirnya, permainan kelompok pun usai sudah dan dimenangkan oleh Kelompok ”Mangga”, yang beranggotakan laki-laki semua, dan tentunya kelompok yang sempat protes mengenai ”Naruto adalah Kucing”. Haha.. teringat terus nih sepertinya.. Hadiah pun dibagikan ke para pemenang.

Note : Akhirnya penulis mendapat kepastian bahwa Naruto sebenarnya adalah.... M.u.s.a.n.g.. malu deh..

Acara selanjutnya, adalah unjuk kebolehan yaitu menyanyi. Mereka dengan percaya diri, tanpa malu-malu dan diminta-minta, maju ke depan, mengambil alih microfone dan langsung menyanyi.

Berjuta warna pelangi..
Di dalam hati..
Sejenak luluh bergeming..
Menjauh pergi..
Tak ada lagi..
Cahaya suci..
Semua nada beranjak..
Aku terdiam sepi...

Dengarlah matahariku
Suara tangisanku
Kubersedih
Karena panah cinta menusuk jantungku ...

.....

Begitulah kira-kira lantunan salah satu lagu yang dinyantikan oleh seorang anak perempuan. Lagu-lagu lainnya adalah tetap merupakan lagu dewasa masa kini, dari Peterpan .. Kangen Band, Agnes Monica, dan terakhir adalah Balonku... (akhirnya ada juga yang menyanyikan lagu anak-anak.. ). Hadiah bagi yang setiap anak yang sudah unjuk kebolehan pun dibagikan..


Keceriaan semakin bertambah, ketika kami membagikan paket baju, tas dan snack untuk masing-masing anak. Berkerumun, berteriak, berisik sekali suasana saat itu, seakan mereka tak ingin namanya terlewat atau tak disebut dalam pembagian hadiah tersebut.

Tak terasa, 2 jam telah berlalu.. Acara demi acara telah dilalui dan hadiah demi hadiah telah dibagikan, usai lah tugas kami hari itu. Sebelum kami melangkah pulang, kami sempat melihat aktifitas nge’band’ yang tengah dilakukan anak-anak di ruang yang berbeda. Terlihat beberapa anak pria memainkan alat musik (gitar, bass) dipandu dengan seorang pelatih, melantunkan sebuah lagu. Pintar sekali mereka bermain musik. Mereka hanyalah anak panti, yang telah kehilangan orang tua, namun mereka tak kehilangan masa depan ...

Walaupun tak sempat kami mengabadikan foto bersama seluruh anak panti, namun kami sempat berfoto ria dengan beberapa anak dan pengurus panti. Pertemuan kami akan berakhir, namun kenangan indah dan berjuta kebahagiaan yang kami rasakan saat itu tak akan terhapus dari lubuk hati kami yang terdalam.

Senin, 15 September 2008

Mahalkah suatu "Kualitas" ?

Sesuatu yang berkualitas ya pasti mahal..

Banyak pendapat yang menyatakan demikian.
Benarkah .. ?
Tergantung dari masing-masing kita dalam mempersepsikannya. Kalau kita sudah mengalami sendiri, baru kita bisa angkat bicara...

Beberapa waktu lalu, saya sempat dibuat kesal oleh seorang supir taxi (tak perlu disebut nama taxi, supir, apalagi nomor taxi nya, hehe.. ya nda dihafal lah ya.. tapi yang pasti karena memang tidak ada tanda pengenal terpajang di dashboard mobil). Waktu itu, saya men'stop' taxi dari depan kantor (ambassador) untuk menuju daerah Sarinah. Memang sejak masuk, perasaan saya mulai tak enak, selain tak ada pengenal pengemudi, juga kondisi mobil yg tak terawat. Sampai sempat saya menengok beberapa kali ke belakang jok, untuk memastikan aman, karena takut seperti di berita-berita kriminal, dimana bisa saja penjahat mengumpat di belakang jok mobil.

Sepanjang jalan dari ambassador sampai dengan Kuningan lancar, namun mendekati arah Sarinah justru padat merayap. Sang supir mulai menunjukkan ketidaksopanan, dengan (maaf) bersendawa, ngebut-ngebut, ditambah dengan sikap yang malas-malasan ketika melihat jalanan macet. Kemudian dia bertanya kepada saya "Ini mau turun dimana ya?", saya bilang "nanti di depan tuh belok kiri". Kemudian dia berkata lagi (dengan kurang jelas), "di Jl. Sunda?", "Iya" kataku. "Macet banget kearah sana, macetnya dari sini nih panjang". Saya balik bertanya, "lalu..? kan di depan nya lagi juga sama aja, macet juga". Dan dia berkata, "ya... maksudnya turun di depan gang, tidak usah belok kiri". Dengan nada mulai kesal saya menyahut, "kalau saya mau belok bagaimana..?". Dia pun tak mau kalah kesal, tanpa menyahut tapi menunjukkan sikap tidak senang dengan menggaruk-garuk kepala (ya gatel kali.. ga keramas soalnya, he..), dia mulai memainkan hape nya. Memutarkan nada dering yang menurutnya lucu, tapi sama sekali tidak buatku. Kalau tidak salah ingat, nada dering-nya "bebek-entok, apalah... "

Kemudian karena mobil jalan sangat perlahan, ditambah harus melihat kelakuan si supir, saya putuskan untuk berhenti juga di depan gang, kebetulan saat itu argo menunjukkan angka yang kalau dibulatkan (sedikit) pas Rp20ribu. Daripada saya harus melebihkan uang untuk pelayanan yang seperti itu, mending saya berjalan kaki sampai ke tujuan.

Sebagai konsumen, saya sangat berhak menuntut pelayanan yang baik atau memuaskan. Dalam kasus ini, apakah si supir berhak meminta penumpangnya mengakhiri tumpangan sesuka hati..? Apakah ada informasi lisan atau tertulis sebelumnya, bahwa taxi ini hanya melayani penumpang dengan tujuan yang "tidak macet" ? Kalau hal ini demikian adanya, tentu saya tidak berhak komplain, dan tentunya saya tidak akan naik taxi itu. Simple kan..?

Sangat jauh berbeda hal yang saya rasakan dengan taxi lainnya (si biru manis).. Setidaknya hingga saat ini, pengalaman saya bersama si biru baik-baik saja. Dari mobilnya yang rapi, supirnya yang sopan, sapaannya, perilaku mengemudi (selelah apapun dia, masih menyapa dan sopan dalam bersikap).
Berkualitas !
Kata itu yang tepat saya berikan untuk taxi tsb.

Apakah yang berkualitas itu mahal..? bisa iya bisa tidak.
Kenyataannya sekarang ini, dalam hal per"taxi"an, memang si biru lebih mahal dibanding taxi lainnya (walaupun dengan BBM yang mahal sekarang ini, taxi berlabel "tarif murah" pun mulai gerah dan akan mengikuti harga si biru).

Mahal atau tidak nya suatu produk atau jasa, banyak faktor yang perlu dilihat dan ditelaah. Hingga akhirnya kita berada pada suatu keputusan pribadi, apakah dengan yang mahal kita nyaman, atau justru membiarkan saja kenyamanan itu tergantikan dengan yang murah ?

Jawabannya ada pada kita masing-masing.

Yang pasti, setiap konsumen selalu mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi !

Rabu, 10 September 2008

Kecupan itu ....

Pagi ini…
Tak sengaja kulihat
Sang suami mencium pipi sang istri
Sejenak ketika istri hendak turun dari mobil,
Yang tengah menghantarnya ke kantor

Kecupan itu..
Ah..
Begitu mesra..
Begitu indah terlihat..

Pernah kubertanya
dengan seorang teman pria
Apakah dia selalu mencium sang istri ?
Dan di kala apa ?
Iya menciumnya, di pagi hari sebelum berangkat kantor, jawabnya
Emmm.... sama indahnya pikirku..

Tapi..
Ada kalanya..
Ciuman itu hanya ritual saja..
Tanpa rasa..
Hanya kebiasaan.. atau kewajiban..?
Atau justru ciuman dengan napsu..?

Ah.. apapun alasannya..
Ciuman itu tetap indah..
Karena dengan ciuman..
Bisa meluluhkan segala suasana..
Yang tegang menjadi tenang..
Yang hampa menjadi harap..

Benarkah demikian.. ?
Biar kita masing-masing yang menjawabnya..

...

Selasa, 02 September 2008

Bahasa Bukan Sekedar Bahasa

“Kowe asale endi ?”
“Aku asal Jogja Mas..”
“Oh.. sama toh.. Aku juga gede neng kono.. “

Begitulah kira-kira sekelumit obrolan yang kudengar antara Lia dengan seorang customernya.

“Lia”, ya dia adalah seorang karyawati toko handphone kerabatku yang telah berkecimpung di bidang handphone selama kurang lebih 2 tahun. Lia.. emm..dia selalu dapat menarik customer dengan logat kejowoan-nya yang unik namun sederhana. Tak sedikit customer yang menjadi pelanggan saat ini didapatkan oleh karena daya tariknya itu. Setiap customer berlogat Jawa yang ditemuinya, langsung ditanggapi Lia dengan bahasa Jawa pula. Luwes sekali dia berkomunikasi, dengan gayanya yang medok. Jawa tulen deh pokoknya..

Pernah suatu waktu, seorang customer mampir ke toko kerabatku sekedar melihat-lihat saja, karena nampaknya memang tidak ada niat untuk membeli handphone. Namun pada akhirnya customer itu membeli juga. Karena Lia..? Emm..mungkin juga..
“Sing Ini horgone piro mba..?” (yang ini harganya berapa mba..?), sembari menunjuk sebuah hanphone yang terpajang di etalase.
“Pitu ngatus pitung puluh limo mas..” (tujuh ratus tujuh puluh lima mas..)
“Koq larang temen..?” (koq mahal sekali ?)
“Iki barange apik mas.. masih ono garansine. Deleng dulu wae mas, ora beli ora opo –opo koq..” (ini barangnya bagus mas, masih ada garansinya. Dilihat dulu saja mas, tidak beli tidak apa-apa koq)
“Iyo.. tapi ojo segitu toh horgone.. nanti pulang aku ora ono ongkose..” (iya, tapi jangan segitu harganya, nanti pulang aku tidak ada ongkos).

Dan Lia pun menanyakan keputusan harga tersebut ke bos-nya. Bos Lia (kerabatku) yang sedari tadi hanya mendiamkan Lia melayani customer, akhirnya mendekati customer tersebut.
“Bener lho mas udah murah.. pasarannya emang segitu.”
“Kurangi deh bos.. biar jadi aja.”
Kemudian kerabatku mendekat ke Lia dan berbisik, entah apa yang dibicarakan antara keduanya. Namun tak berapa lama setelah pembicaraan rahasia itu, kerabatku kembali menuju ke arah customer itu dan berkata, “Pitu ngatus selawe mas.. wis apik deh.. oke..??”

Spontan saja customer tersebut kaget dan tertawa geli mendengar ucapan kerabatku itu, yang sejujurnya.. memang terdengar agak kaku sih..J. Maklumlah, kerabatku bukan orang Jawa, tapi Betawi asli…!! J Jadi, ternyata sewaktu berbisik tadi, kerabatku menanyakan ke Lia bagaimana menyebutkan Rp725 ribu dalam bahasa Jawa. Dan singkat cerita, transaksi pun terjadi, deal dengan harga Rp725 ribu.

Dari cerita tersebut, apabila Lia tidak berbahasa Jawa dan apabila kerabatku pun tidak “ikut-ikutan” berbahasa Jawa, mungkin saja customer tersebut tidak jadi membeli, karena awalnya dia hanya sekedar melihat-lihat dan begitu banyak barang sejenis yang bisa didapatkan di toko-toko lain dengan harga yang sama pula. Namun setelah Lia menanggapi customer tersebut dengan menggunakan bahasa yang sama dengannya, customer itu merasa nyaman dan juga merasa dihargai, karena kerabatku pun (yang bukan seorang Jawa), ikut menyesuaikan diri dengan berbahasa Jawa, seakan menjadi sama dengan dia.

Tentunya customer lebih senang berhadapan dengan penjual yang mengerti akan dirinya. Seperti judul sebuah lagu “Karena Wanita Ingin Dimengerti”, customer pun ingin dimengerti. J Dimengerti kebutuhannya, dimengerti bahasanya, dimengerti latar belakangnya, dsb. Semakin dekat seorang penjual kepada customernya, semakin melekat di ingatan customer bagaimana baik buruknya pelayanan yang diterimanya.

Bayangkan saja, apabila kita sebagai customer, menemui penjual yang gaya dan bahasanya cuek, bahkan cenderung jutek. Pasti kita malas untuk berlama-lama berada di toko tersebut, apalagi untuk membelinya. Tentu kita akan lebih senang bertemu dengan penjual yang ramah, dan terlebih lagi mereka memiliki bahasa, asal daerah atau latar belakang yang kurang lebih sama dengan kita. Pasti kita akan merasa lebih akrab, lebih nyaman dalam berkomunikasi, dan keraguan pun hilang. Di jaman sekarang ini, customer cenderung mencurigai penjual alias “takut dibohongi.” Oleh karena itu, kesan pertama berjumpa dengan customer harus dimanage sebaik mungkin, agar customer merasa nyaman dalam bertransaksi.

Jadi, apabila seorang Customer Service yang bersuku Batak kebetulan bertemu dengan seorang customer yang juga bersuku Batak, tentu akan lebih baik apabila CS itu melayaninya dengan menggunakan bahasa Batak. Atau apabila seorang Pimpinan Perusahaan bertemu dengan seorang customernya (Chinnesse) yang sangat ahli berbahasa mandarin, dan kebetulan pimpinan tersebut yang walaupun bukan seorang chinesse namun bisa berbahasa mandarin, tentu akan lebih baik apabila komunikasi dilakukan dalam bahasa mandarin, agar suasana menjadi lebih hangat dan akrab.

Yah.. mungkin cara menarik pelanggan seperti ini terkesan kuno, dan mungkin juga terlupakan oleh kita, seiring dengan kemajuan teknologi dan inovasi ilmu marketing dewasa ini. Namun apabila hal “kecil” ini diterapkan tentu akan berdampak positif.

So… kalau hanya sekedar bahasa saja dapat memberikan kontribusi terhadap suksesnya sebuah penjualan, mengapa tidak kita coba.. ?


“Be the same with our customer, and we will see how the change happens to our sales.”

Mohon maaf, apabila dalam pemaparan bahasa Jawa diatas terdapat kesalahan, maklum penulis juga bukan seorang Jawa tulen.