Senin, 19 Oktober 2009

Nah Ini Dia, Perlunya Ada Boss....

"Jualan kita hari ini lumayan ya..", kataku kepada suamiku selepas kami menutup toko handphone kami hari ini.
Yaah...pembeli toko handphone kami hari ini cukup bervariasi. Ada teman, langganan baru dan langganan yang sudah lama sekali tidak muncul, baru terlihat lagi hari ini.. bahkan ada konsumen yang tiba-tiba datang hanya sekedar membeli nomor perdana (tapi tiga nomor sekaligus...). Wah...senangnya..

Perbincangan ringan itu menjadi perbincangan yang cukup menarik perhatianku, hingga akhirnya aku menulisnya di blog-ku ini.

Kami baru saja memiliki seorang pegawai di toko handphone kami. Namun, pegawai kami kali ini agak berbeda dengan ”Lia” pegawai kami yang terdahulu (dapat baca kisahnya juga di blog aku sebelumnya, berjudul ”Bahasa Bukan Sekedar Bahasa"). Pegawai kami yang sekarang, sebut saja ”Isus”, memang cenderung kurang ramah dan luwes dalam melayani customer kami.

Namun, bukan hal itu yang menjadi topik utama perbincangan aku dan suamiku malam ini. Tiba-tiba saja (karena tidak biasanya suamiku menganalisa sesuatu hal), suamiku mengatakan hal ini kepadaku, ”Kebayang gak, kalau tadi kita pergi jalan-jalan ke Bogor atau kemana gitu, kira-kira apa bisa ya Isus jualan semua handphone seperti yang laku hari ini..?”
Sempat berpikir sejenak, lalu kujawab dengan ragu namun pasti, ”yaa..sepertinya tidak jualan sih..!”

Kalau kami (tepatnya ”aku”) tidak ada di toko hari ini, mungkin saja temanku tidak jadi membeli. Temanku ini baru saja seminggu lalu tahu bahwa aku punya toko handphone (tidak sengaja lewat di depan toko). Dia bukan teman dekat aku dan dia cenderung agak bawel (alias ”jago nawar”). Apakah dia akan membeli handphone ketika kami tidak ada ? nampaknya tidak semudah itu dia memutuskan untuk membeli di toko kami. Tapi akhirnya dia membeli dua handphone baru (Blackberry boo..), dan sekaligus menjual kedua handphonenya (puji Tuhan..). Kira-kira mengapa dia akhirnya jadi membeli handphone ? jawaban singkat (tanpa analisa lebih lanjut), karena kami ada di toko. Namun tidak hanya ada, tapi kami juga melayani mereka dengan baik.

Ada pula langganan lama suamiku. Dia datang, setelah kurang lebih setahun tidak nampak. Dia juga membawa dua handphone untuk dijual dan ditukar dengan handphone baru. Kalau suami aku tidak ada di toko hari ini, apa kira-kira dia akan menyerahkan handphone nya untuk dihargai pegawai kami? (walaupun pegawai kami sudah diberi kewenangan memutuskan harga, dan apabila mendesak, dia bisa saja menelepon kami untuk memutuskan). Tapi, apa cara seperti ini cukup nyaman untuk langganan kami? Bisa-bisa dia kabur ke toko lain, yang ada bos-nya, sehingga dapat menegosiasikan harga lebih leluasa. Untunglah, ada kami disana, dan akhirnya dia jadi menjual kedua handphone-nya kepada kami.

Kalau saja langganan kami tersebut tidak jadi menjual handphone-nya, maka penjualan berikutnya kepada sekelompok supir angkot (mereka yang mengakuinya sendiri lho.., hehe..lucu juga..ada supir mikrolet, supir metromini, supir kopaja), yaitu sebuah handphone mungil murah meriah tidak akan terjual kepada supir tersebut. Karena handphone ini adalah handphone second yang baru saja kami beli dari langganan kami yang datang sebelumnya.

Melanjutkan perbincangan kami seputar kejadian di toko handphone kami hari ini...
Jadi teringat, seorang ”engkoh” di Food Court Ambasador sebelah kantorku. ”Engkoh” itu adalah pemilik sebuah kios makanan yaitu masakan Jawa Timur. Dia terlihat selalu hadir di kios-nya bahkan turut melayani customer. Pertama, dia menawarkan menu, kemudian menjelaskan menu yang ada, bahkan terkadang dia yang mengantar sendiri makanan yang telah dipesan sampai ke meja customer. Padahal, soal rasa sih biasa saja.. tapi tempat makan itu menjadi cukup dikenal diantara kami, yah..karena ”engkoh” si pemilik sangat terlibat aktif dengan para customer-nya.

Contoh lain, dalam kehidupan kita sehari-hari di kantor. Seringkali kita kecewa karena ketika kita mengadakan meeting penting, undangan yang datang adalah bukan orang yang tepat, sehingga mungkin saja meeting jadi tidak berakhir dengan suatu keputusan. Dan biasanya yang dapat memberi keputusan, tidak lain adalah ”Boss” bukan..? Tapi sebaliknya, kita akan sangat senang dan merasa terhormat, ketika kita tidak berharap seorang ”Boss” datang menhadiri meeting kita, namun tiba-tiba dia datang untuk ikut berdiskusi. Hal itu dapat membuat kita menjadi lebih bersemangat dalam suasana meeting tersebut.

Wah...panjanglah ceritanya kalau mau didetailkan satu per satu. Tapi yang ingin aku sharingkan saat ini adalah ”ternyata keberadaan seorang Boss untuk turut melayani customer dan atau mendampingi pegawai dalam suatu aktifitas tertentu, sangat memberikan pengaruh positif bahkan dapat menentukan sukses atau tidaknya suatu kondisi”.

Jadi, kalau dapat aku simpulkan, apa perlunya keberadaan seorang Boss di setiap kondisi, baik di antara customer, pegawai dan bisnisnya ?
Keberadaan Boss akan :
1. Membuat customer percaya atau lebih yakin dengan harga/ keputusan yang diberikan kepadanya, karena diberikan langsung oleh si pemutus (yang berwenang memutus).

2. Membuat customer merasa lebih nyaman dalam bertransaksi, karena dia dengan leluasa dapat mengungkapkan hal-hal baik atau bahkan komplain-komplain, dan yakin bahwa apa yang diungkapkan telah disampaikan ke orang yang tepat. Sehingga apabila ada hal yang kurang baik, customer berharap akan cepat diperbaiki.
3. Membuat customer merasa dirinya dihargai dan dihormati karena dilayani langsung oleh pemiliknya (sebagai orang dengan level tertinggi di suatu unit tertentu – toko, divisi, unit kerja, perusahaan, dsb)

Jadi, kalau kita adalah seorang Boss.. dimanapun kita berada, pastikan bahwa kita senantiasa berada di tengah-tengah customer kita (untuk mengenal, mendekati dan melayani mereka), di tengah-tengah pegawai kita (untuk menularkan hal-hal baik yang kita miliki, memantau hasil kerja mereka dengan pendekatan personal), di tengah-tengah bisnis kita (agar senantiasa dapat memahami dan mengembangkan bisnis dengan lebih teliti dan cermat).

Minggu, 11 Oktober 2009

Thalassaemia..oh Thalassaemia (part_1)

Thalassaemia… mendengar namanya pun mungkin hampir tak pernah… hanya samar terdengar, namun berlalu begitu saja… Sampai pada suatu waktu, aku mengetahuinya..aku melihatnya dan aku merasakannya.. merasakan kesakitan mereka..merasakan kepedihan mereka..namun masih ada butir-butir harapan kulihat dari setiap tatapan matanya..
Thalassaemia…yah..ternyata, nama itu adalah sebuah nama penyakit yang dapat mematikan..sungguh mematikan..

Apakah Thalassaemia itu ?
Thalassaemia adalah suatu kelainan darah yang terdapat di banyak negara di dunia, khususnya pada orang-orang yang berasal dari daerah Laut Tengah, Timur Tengah atau Asia. Singkatnya, terdapat dua jenis Thalassaemia yaitu Thalassaemia trait/ pembawa sifat Thalassaemia dan Thalassaemia mayor. Yang sungguh menyedihkan adalah mereka yang menderita Thalassaemia mayor, yang diderita sejak lahir, dimana tubuh mereka tidak dapat membentuk Haemoglobin yang cukup dalam darah mereka, sehingga memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.

Ironisnya, transfusi darah yang dilakukan pun belum mampu membuat mereka sembuh dan menghilangkan penyakit tersebut, bahkan pada satu masa tertentu, karena terjadi penumpukkan sejumlah zat besi yang berlebihan dalam tubuh, justru dapat menimbulkan penyakit lainnya seperti jantung, hati, pankreas dll. Inilah yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. (info lebih detail mengenai Thalassaemia serta pencegahannya dapat dibaca di
www.thalassaemia-yti.or.id atau sumber-sumber lainnya di internet).

Pada suatu waktu, kebetulan aku dan seorang teman berkesempatan untuk mengunjungi sebuah yayasan, khusus bagi para penderita Thalassaemia yaitu Yayasan Thalassaemia Indonesia, yang berlokasi di RS. Cipto Mangunkusumo (sebut saja “rumah singgah”). Sempat beberapa waktu kami mengundur kedatangan kami ke yayasan itu, sampai akhirnya dapatlah kami datang untuk bertemu dengan pihak pengelola yayasan.

Ternyata kami dipertemukan langsung dengan ketua/ pendiri yayasan tersebut yaitu Bapak Ruswandi. Wow.. senangnya.. , walaupun kami sempat menunggu beberapa saat sebelum bertemu dengannya dikarenakan beliau masih meeting internal.. namun kami menunggu dengan sabar dan senang hati..

Tak berapa lama pun, kami disapa oleh seorang wanita tepatnya seorang ibu, yang tidak lain adalah istri dari Bapak Ruswandi yaitu Ibu Watty Ruswandi, dan terakhir kami tahu bahwa beliau lebih dikenal dengan sebutan “Bunda”. Yah..mungkin karena kedekatan beliau dengan orang-orang di sekitarnya..khususnya mereka para penderita Thalassaemia, yang sudah menjadikan “rumah singgah” di rumah sakit tersebut pun sebagai rumah kedua bagi mereka.

Begitu selesai berkenalan dan berbincang-bincang sejenak, kami langsung dibawanya untuk mengunjungi sebuah kamar, kamar pasien katanya.. Ketika kami masuk ke kamar tersebut, kami seperti tidak melihat sebuah kamar pasien.. mungkin lebih tepatnya seperti sebuah kamar di rumah sakit darurat (seperti di tempat pengungsian, namun masih lebih baik, karena kondisinya cukup terang, bersih dan ber-AC). Begitu banyak ranjang berjajar disana, dengan begitu banyak anak-anak dan remaja berbaring di setiap ranjangnya (ada satu ranjang yang terisi dua atau tiga orang), dengan tangan yang tersuntik jarum transfusi, serta kantong-kantong darah yang menggantung di setiap sisi ranjang mereka. Yah..di kamar itulah, mereka men”charge” nyawa mereka, mengisi tubuh mereka dengan darah yang tak bisa mereka hasilkan sendiri melalui tubuhnya.

Ibu Ruswandi membawa kami melihat satu per satu pasien disana.. sebagian dari mereka nampak sehat, namun sebagian lainnya nampak lemah. Sesekali Bunda menyapa pasien-pasiennya dengan obrolan ringan namun penuh dengan kalimat ”penyemangat”.. yah..karena semangat untuk hiduplah yang harus mereka miliki dalam kondisi seperti itu.

Sempat aku terdiam dan terpaku kala aku melihat ada seorang ibu dengan anaknya laki-laki (cakep sekali anak itu.. dia putih..bersih..rambutnya pun indah). Ya...tentu saja ibu itu datang untuk menemani anaknya transfusi darah.
Sempat Bunda menyapa ibu tersebut, ”Baru datang Bu..? sudah dapat tempat belum..?”
”Ini lagi nyari tempat..wah sepertinya penuh ya..”.
Sembari Bunda melihat sekeliling, barangkali sudah ada yang selesai transfusi, sehingga ranjang-nya dapat dipakai oleh anak ibu itu, tak sengaja kami melihat barang bawaan si ibu. Selain tas yang dibawanya, ibu itu juga menjinjing sebuah plastik bening berisi jarum suntik dan beberapa peralatan kecil lain (tak begitu jelas terlihat). Melihat itu, aku dan temanku saling bertatapan.. , seakan kami ingin mengatakan hal yang sama.. ”sepertinya... inilah belanjaan para ibu ketika di kamar ini....bukan sayur mayur, bukan daging, bukan pula pakaian atau sepatu..seperti belanjaan ibu-ibu pada umumnya, namun seperangkat alat medis, ya...berbagai peralatan untuk keperluan transfusi darah”.

Tak berapa lama, kami pun keluar dari kamar itu.. Duduk sebentar di ruang tunggu, karena masih menunggu Bapak Ruswandi yang baru saja makan siang. Berbeda dari saat kami datang, yang masih penuh semangat..., namun setelah keluar dari kamar itu, kami merasa lemas..seakan tak ada tenaga lagi..kembali kami saling menatap..tanpa kata-kata, dan terlihat ada bulir-bulir air menyelimuti selaput mata kami..namun kami menjaga agar air mata kami tidak sampai jatuh ke pipi.

Yaah..kami tak kuat melihat pemandangan seperti itu.. tapi ini kenyataan, sungguh suatu kenyataan.. Ternyata ada kehidupan lain di luar sana yang mungkin tak kita ketahui dan pikirkan selama ini. Kalau selama ini kita sudah sangat merasa menderita dengan penyakit flu, demam, cacar, anemia, mungkin itu belum seberapa dibandingkan penderitaan yang dialami oleh mereka para penderita Thalassaemia.

Thalassaemia..oh Thalassaemia (part_2)

Kurang lebih 5 menit kami menunggu, akhirnya kami bertemu dengan Bapak Ruswandi di ruang meeting. Disana ada Bapak dan Ibu Ruswandi, dua orang ibu dan seorang anak muda sebagai anggota pengurus. Ternyata anak muda itu adalah juga penderita Thalassaemia. Walaupun dia sakit, terbukti bahwa penyakit tersebut tak membuatnya lemah, justru dia dapat berkarya melalui kontribusinya di yayasan tersebut.

”Kondisi dimana setiap saat ada saja penderita yang meninggal, sudah menjadi hal yang biasa bagi kami disini. Bahkan terkadang di antara mereka sering saling bertanya (dengan canda), siapakah yang akan meninggal lebih dulu..”, begitu diungkapkan Ibu Ruswandi. Mendengar perkataan itu, aku merinding.. bagaimana tidak..? kematian yang begitu ditakutkan oleh kebanyakan orang, menjadi hal yang biasa bagi mereka. Bahkan mereka sudah siap untuk menantikan kematian itu.

Kami terpana mendengar berbagai kisah yang diceritakan Bapak dan Ibu Ruswandi. Indonesia sungguh beruntung mempunyai orang-orang seperti mereka, yang begitu peduli dengan penderitaan orang-orang lain dan membantu meringankan penderitaan yang mereka alami. Dan, kami pun terpanggil untuk membantu mereka. Walaupun kami belum tahu apa yang akan kami berikan untuk meringankan beban mereka secara lahir batin.. dan walaupun panjang umur merupakan mujizat yang mungkin saja ada (harus kami amini), namun kami sungguh ingin memberikan yang terbaik bagi mereka, karena mereka juga berhak mendapatkan kebahagiaan di semasa hidupnya..

Dan melalui tulisan ini, adakah sahabat-sahabatku tergugah hatinya untuk membantu mereka..? Tidak ada yang lebih indah, daripada ketika hidup kita dapat menghidupkan orang lain yang membutuhkan..

Setetes Darah Berarti Buat Kami
Karya : Diah Rahayu Utami
(Penderita Thalassaemia yang meninggal 29-08-1990 usia 25 tahun)

Terlahir ke dunia...
Di antara berjuta-juta manusia,
Ada kebanggaan...kesedihan...harapan...
Kejenuhan... juga ketegaran...
Satu-satu.. berlalu....,
Berbaur dalam garis kehidupan...
Anugerah Yang Maha Kuasa.

Detak jantung berdegap
Menggerakkan denyut-denyut nadi,
Berpacu....melawan hidup..menentang maut
Suatu cobaan telah kuterima
Beban yang berkepanjangan..
.... Belum selesai...
Namun singkat namanya Thalassaemia
Denting jam berdetak...
Menyita hari-hari hidupku...

Di pembaringan... di jalanan...
Di tengah kesibukan....

Yang setiap saat kubutuhkan,...
Kukuatkan jiwa dan raga,
Lewat kesetiaan jarum-jarum kebajikan,
Yang bersiratkan merah darah...
Setetes darah orang-orang bijak,

Selama ini aku berangan-angan..
Ada suatu yang dapat menaklukkan...
Beban yang melekat di pundakku,
Namun, selama ini pula,
Belum nyata datang.. belum nyata,
Yang ada hanya harapan
Yang tak pernah menyajikan apa-apa,

Diantara FirmanMu Ya Tuhanku,
Kukembalikan daku,
Bahwa aku adalah milikmu..
Dan kuyakini FirmanMu, bahwa...
Dari Engkaulah beban yang ada di pundakku,
Dan dari Engkau jualah mujizat yang kudambakan

Kepada dunia..
Lihatlah mereka, saudaraku...
Penderita Thalassaemia
Mereka butuh ketegaran dan tetesan darah
”Setetes Darah Sangat Berarti Buat Kami”

Kepada sahabatku...saudaraku...
Mari...marilah...
Jalurkan tangan terbuka dengan muka tengadah,
Bacalah...ya Tuhan kami...
Jangan Engkau pikulkan beban yang berat..
Yang tak sanggup kami memikulnya...

Maafkanlah kami,
Ampuni kami... dan
Rahmati kami, Engkau penolong kami.

Hilangkanlah ketakutan kami..
Wahai Tuhannya manusia. Sembuhkan penyakit kami,
Engkau Maha Penyembuh,
Tiada kesembuhan melainkan...
KesembuhanMu... ya Tuhanku
KesembuhanMu yang tidak..
Meninggalkan penyakit.
Amin