Minggu, 30 Oktober 2011

Bangganya aku padamu, ma...

Aku slalu ingin membuatnya merasa berarti, karena ia sungguh sangat berarti buatku, cici ku, keluarga ku sejak dahulu, kini dan selamanya…

Berpikir..berpikir..aku terus berpikir, kira-kira apa yang dapat membuat mama merasa dirinya berarti dan bukannya merasa hanya sebagai pesakitan saja..dan apa yang sekiranya dapat melatih dirinya untuk tetap aktif bergerak dan berpikir…

Lalu kuminta dia untuk menulis..menulis tentang apa saja yang ingin dia tulis, yang terbersit di benaknya… Karena dahulu mama sering sekali menulis surat untuk aku dan ciciku.. Suratnya selalu berisi nasehat, tentang menjaga kesehatan, tentang jangan lupa berdoa dan beribadah setiap hari minggu, tentang menjaga kebersihan kamar dsb. Jujur saja, dahulu aku dan ciciku saat menerima surat itu, terkadang kami merasa bosan karena selalu membaca hal yang sama berulang kali. Hanya membaca cepat saja dan kemudian membuangnya.

Namun saat ini, aku sangat merindukan tulisannya…membaca nasehat-nasehatnya untuk aku… Maka aku minta mama untuk menulis, “ma, kalau pagi atau siang lagi ngga ngapa2in, nulis aja ya.. dulu kan mama sering nulis ya..? nulis apa aja, terserah deh.. nanti yeny kumpulin tulisannya, terus yeny bagus2in..bisa jadi buku lho…” bujukku padanya… Tadinya dia enggan merespon, bahkan mengatakan "nanti saja kalau sudah baik". Mendengar hal itu, aku pun tak menyerah menyemangatinya "Jangan tunggu sembuh ma, tangan kanan mama masih bisa menulis, mama masih bisa duduk, harus bersyukur..justru kalau mama bisa melakukannya di keadaan seperti ini, artinya mama jauh lebih hebat dari orang yang sehat." Akhirnya, mama pun menuruti permintaan aku untuk menulis.. Senang sekali melihat respon mama yang antusias, mama langsung merencanakan meja mana yang akan digunakan untuk menulis, membayangkan posisi duduknya dsb. Aku menuruti saja apa yang dia inginkan...

Walaupun aku tak melihat sendiri bagaimana dia menulis, malam keesokannya sepulangku dari kantor, segera aku mengecek hasil karya tulisannya.

“Hari sangat cerah sangat bingung nulis apa?.. Sedih apa boleh buat ? Harus begini untuk hidup. Ma2 sudah tua sakit-sakitan lagi… umur mulai enam puluhan. Sudah mulai sakit-sakitan…. “

(terlihat tulisannya yang tidak serapi dan sebagus dahulu, sepertinya perlu ekstra usaha untuk menulisnya)

Lalu, baru aku diinformasikan oleh suster rumahku, bahwa tadi pagi mama menulis surat itu dengan menangis… Setiap kata yang ditulis, dia menangis, tak henti hingga kata terakhir yang ditulisnya..

Mendengar hal itu, aku minta mama untuk berhenti saja menulis. Aku hanya ingin membuat mama merasa lebih berarti bukan untuk menangisi keadaannya saat ini.. hikss…

Lalu aku minta dia untuk menggambar saja.. dulu mama juga jagoan menggambar.. menggambar orang paling pintar dia.. : ) apalagi baju.. *secara mama puluhan tahun menjadi tukang jahit.. hehe..

Dan dia menyetujui ideku untuk menggambar.. aku beri dia sebuah buku gambar dan satu set spidol warna-warni. “yeny tunggu gambarnya besok ya ma..”, ujarku mengingatkannya malam itu.

Dan inilah hasil karyanya selama beberapa hari :

Salah satu gambar yang aku paling suka.. aku beri judul “Three of Us”, itu adalah gambar kami : mama, aku dan cici aku… bagus sekali gambarnya…

Dia menggambar dan terus menggambar hingga saat aku menulis blog ini.. aku minta mama juga untuk mewarnai setiap gambarnya agar lebih indah dipandang... Setiap aku pulang kantor, aku selalu ingin melihat hasil karyanya..selalu merindukannya... :)

Bangganya aku padamu ma…

Di sakitmu, kau tetap bisa berkarya…walau karya itu hanya untuk dirimu, dan untuk kami anak-anakmu.. tak ada yang dapat mengalahkan nilai dan point yang kami berikan atas hasil karyamu.. nilainya sebesar kasih sayang kami yang tak terhingga padamu…

Lov u mom so much…

Minggu, 23 Oktober 2011

Bersyukur, Bersyukur dan Bersyukur Slalu...

Selalu bersyukur..rasanya hal ini yang ingin slalu kuingat dan lakukan. Tak ada yang lebih indah ketika kita bersyukur dan bukan mengeluh atau meratapi hidup.

Bukannya aku bersyukur mama diberi sakit seperti saat ini. Tapi aku bersyukur karena dengan kondisinya yang sakit ini, kedekatan dan rasa sayang aku kepadanya ssemakin bertambah. Begitupun mama, dia juga merasakan rasa sayang dan perhatianku yang lebih kepadanya. Kepasrahan dan kepercayaan aku kepada Tuhan pun semakin nyata.

1 bulan sudah kira-kira sejak mamaku keluar dari Rumah Sakit untuk kedua kalinya. Selang yang masih menempel di hidungnya turut menandai bahwa dia belum pulih dari sakitnya. Tak jarang dia meminta dengan tatapan minta dikasihani kepada kami, agar selang yang dipasang melalui hidung ke lambungnya segera dilepas. Namun apa daya, kami pun belum berani melakukannya, karena menurut dokter harus menunggu hingga mama bisa mengunyah makanan dan minum air melalui mulut tanpa tersedak. Sulit memang rasanya, namun tetap harus dicoba perlahan dan bersabar.

Kira-kira hampir seminggu ini mama sudah mulai coba makan bubur melalui mulutnya (dengan selang masih tetap dipakai). Puji Tuhan, mama mampu melakukannya walaupun sangat perlahan dan butuh waktu yang cukup lama. Bubur yang dimakannya pun belum dapat bervariasi, hanya bubur putih, kalaupun ada sayuran atau bumbu lain hanya sebagai penambah aroma bubur, ditaruh di pinggiran piring saja. Syukurlah, mama tidak terlalu banyak meminta, atau mungkin karena dia sudah sangat bosan hanya diberi susu yang tidak pernah dirasakan melalui lidahnya (karena masuk lewat selang langsung ke lambung). Mama nampak semangat kalau makan bubur, dia sering minta porsi bubur di sendok ditambah agar segera dapat dihabiskannya. “Pelan-pelan aja ya ma..yang penting belajar mengunyah dan menelan, daripada nanti tersedak..”, begitu ujarku kala menyuapinya.

Perlahan, asupan makanan yang masuk melalui mulutnya mulai beragam. Buah-buahan seperti kiwi dan papaya kami coba berikan melalui mulutnya. Mama sangat suka kiwi golden (kuning manis), yang selalu aku belikan dari toko buah sebelah kantorku. Lahap sekali melihatnya makan kiwi itu.. senang deh.. :)

Pengobatan selain dokter pun terus kami upayakan, setelah kira-kira sebulan lalu kami memanggil sinshe untuk membantu mempercepat pemulihan mama, akhirnya tiba waktunya untuk kami panggil sinshe itu untuk kedua kalinya. Sejak pengobatan oleh sinshe itu, memang nampak perubahan yang lebih baik (walaupun tidak terlalu signifikan), tangan dan kaki kirinya yang diserang oleh stroke pertama kali, terasa lebih “enteng”, begitu ungkap mama sumringah. Mama biasa seperti itu, kalau merasa lebih baik, dia akan semangat latihan sendiri.. Sampai akhirnya mama terlihat sudah mulai percaya dengan sinshe itu bahkan menantikannya kapan dipanggil lagi.

Akhir belakangan ini, tangan kiri mama khususnya telapak dan jari-jarinya terlihat bengkak (dalam waktu yang cukup lama). Biasanya bengkak itu karena kurang gerak, bila sering digerakkan, pasti akan normal seperti tangan kanannya. Begitupun pergelangan tangan kirinya, sering dikeluhkan sakit dan agak kaku. Dan tibalah waktunya kami untuk memanggil sinshe itu segera untuk melakukan terapi (totok) ke mama. Hari Sabtu, hari yang dijanjikan aku ke mama untuk mendatangkan sinshe itu, begitupun aku sudah janji ke sinshe itu untuk menjemputnya. Walaupun rumah sinshe itu nun jauh disana (Tangerang ujung sekali), tentu akan kami datangi demi mama.

Sebelum kami menjemputnya, saya dan suami pun sepakat untuk menanyakan terlebih dahulu mengenai biayanya. Karena menurut kami, biaya yang dikenakan saat ia datang pertama kali terlalu mahal, bila dibandingkan teman kami yang merekomendasikan dia kepada kami. Dan kebetulan kami pun sudah mengetahui latar belakang sinshe itu, dimana dia mengenakan biaya terapi berbeda-beda setiap orang, sesuka hatinya dan sesuai dengan analisanya sendiri apakah pasiennya tergolong ‘kaya’ atau ‘biasa’. Jadi kami memberanikan diri untuk meminta kebaikan hatinya untuk memberikan keringanan harga. Lalu kami pun sms ke beliau pada malam sebelum kami menjemputnya, dengan gaya to the point namun sangat santun, kami kira. Namun jawaban apa yang kami dapatkan melalui sms balasannya kepadaku, “kmu tdak ad jodoh sma sya mka bsk gk ush jmpt saya”. *padahal seberapapun dia akan mengurangi biaya, kami akan terima, setidaknya lumayan untuk mengganti sebagian uang bensin kami bolak-balik menjemput dan mengantarnya (sepakat kami dalam hati sebelum kami sms kepadanya).

*sebenarnya aku tidak terlalu ‘sreg’ dengan sinshe ini, karena pernah juga dia mengucapkan perkataan yang kurang enak didengar bagi pasien atau keluarga pasien. Waktu itu, hari kedua setelah totok dilakukan ke mamaku, aku sms ke dia untuk menanyakan karena ada kondisi yang berbeda dari biasanya, aku menanyakan apakah ini efek dari obat yang diberikannya atau bagaimana. Sekaligus aku menginformasikan bahwa mama aku belum ada perubahan apapun, kaki dan tangannya masih lemas. (karena dia bilang kepadaku untuk memberi info pada hari kedua dst mengenai progress mamaku).Dan jawabannya : kalau memang ada efek samping dari obat ya distop aja obat darinya dan bila aku mau mama cepat sembuh silahkan cari yang lain. Emosi dan sedih aku membaca jawaban seperti itu. Namun aku tidak menyerah, aku tunggu progress mama hingga hari ke-5, sesuai waktu yang dia janjikan bahwa seharusnya ada perbaikan. Dan nyatanya memang ada perbaikan..hingga aku memutuskan untuk memanggilnya untuk kedua kali.

Bagai tersayat pisau tajam, aku tak kuasa menahan emosi dengan perkataannya. Apa dia tidak bisa mengatakan baik-baik kalau memang biaya tidak dapat dikurangi? Mengapa dia harus mengatakan hal itu, mengapa dia harus menolak mengobati mama aku??? Mengingat mama yang sangat menantikan kehadirannya, aku pun menangis..aku bingung harus berbuat apa, rasa putus asa mulai menghinggapiku saat itu, disamping perasaan yang masih membencinya..

Aku benci..ya aku tak memungkiri kalau aku membenci sinshe itu. Setelah apa yang dia pernah ucapkan sebelumnya di sms dan ada pula perkataan lain yang kuingat pada saat dia datang mengobati mama aku untuk pertama kali. Dia mengatakan bahwa “sepandai-pandainya dan serajin-rajinnya orang mempelajari sesuatu (seperti ilmu totok syaraf yang dimilikinya), kalau memang bukan talentanya, maka tidak akan bisa” dan dia juga ada mengatakan “saya mengobati pasien-pasien saya dengan hati dan tulus ikhlas, biar pasien cepat sembuh”. Kalimat-kalimat ini begitu lekat di telingaku... Namun, apa yang terjadi sekarang? Apa yang dilakukannya ke mamaku, apa itu yang namanya menolong orang dari ‘hati’ ?

Aku berteriak dalam hati dan tak henti habis berpikir, mengapa ada orang seperti ini? Mengapa dia harus menolak mengobati mamaku hanya karena uang (yang seharusnya juga masih dapat dinegosiasikan dengan cara baik-baik). Apakah bila aku menawarinya uang Rp100 juta, dia dapat memulihkan mama aku seutuhnya ?? Bukankah kesembuhan sesungguhnya hanyalah berasal dari Tuhan? Dokter, sinshe, bahkan professor sekalipun hanyalah alat yang dipakai Tuhan untuk menyalurkan kesembuhan yang dikehendakiNya. Dan talenta yang dimiliki setiap orang adalah titipan Tuhan, yang dapat dengan mudah diberikan dan diambilNya kembali dari kita. Jadi aku pikir, rasanya manusia tidak berhak menolak memakai talentanya untuk membantu dan menolong orang lain yang membutuhkan, apalagi hanya karena alasan ‘uang’.

Dengan perasaan sedih dan hampa karena aku gagal membawa sinshe itu esok hari untuk mengobati mama, aku pun pulang dari kantor ke rumah. Seperti biasa, aku menghampirinya di kamar, dan aku duduk di tepi ranjangnya, mengajaknya ngobrol, mengajaknya menghafal urutan bulan (Januari s/d Desember), urutan hari (Senin s/d Minggu), tanggal bulan tahun kelahiran aku, cici aku dan mama sendiri. Hampir setiap malam aku melakukan hal itu bersamanya dan diakhiri dengan doa Bapa kami atau doa singkat lainnya. Dan setelah semua itu aku lakukan, aku mengatakan kepadanya perlahan, “ma, sinshe nya kita ganti aja ya..soalnya sinshe-nya mata duitan, masa minta nambah-nambah biaya ga jelas.”, jelasku berbohong kepadanya. Alasan itu rasanya yang paling tepat, mengingat mama paling kuatir merepotkan anak-anaknya untuk urusannya.

Mama hanya menganggukkan kepala tanda memaklumi kalau sinshe itu besok tidak jadi datang. Lalu kualihkan perhatiannya agar tidak lagi memikirkan sinshe itu lagi. Aku tunjukkan daster batik yang memang sengaja kubeli untuknya. Dia nampak senang, karena bahannya cukup adem dan pas di badannya. Aku juga membelikannya cincau hijau untuknya.. ketika kukatakan, "ma, yeny beli cincau untuk mama, tapi minumnya besok ya, sekarang udah malam. mau gak..?". Spontan dia jawab "mau..mau.." dengan ekspresi muka sangat berharap..lucu melihat raut wajahnya saat itu :). Dan aku sempat belikan obat juga untuk mengobati tangan kirinya yang sering dikeluhkan sakit akhir-akhir ini. Semoga membantu meringankan sakitnya ya ma… Dan setelah obrolan itu pun, aku pamit untuk mandi dan beristirahat malam.

Berjam-jam aku rebah di tempat tidurku, namun mata belum juga mau terpejam. Aku teringat satu hal, bahwa aku tak boleh berhenti bersyukur, baik ringan atau berat sekalipun beban yang menghadangku. Bersyukur karena dengan sakitnya mama, aku semakin dekat dan sayang kepadanya; Bersyukur karena dengan adanya case sinshe itu, aku belajar menjadi orang yang sabar; Bersyukur karena aku masih diberi kekuatan untuk mengusahakan pengobatan terbaik untuk mama; Bersyukur karena aku memiliki Tuhan yang LUAR BIASA dan Bersyukur karena hanya dengan meminta dan percaya padaNya maka segala kebutuhan kami kan dipenuhiNya..

Terima kasih Tuhan..Puji Syukur hanya bagiMu..

Aku percaya ada pengobatan dan orang ahli lainnya yang akan Kau pakai untuk membantu memulihkan mamaku,...

Ammiinnnn…..