"Jualan kita hari ini lumayan ya..", kataku kepada suamiku selepas kami menutup toko handphone kami hari ini.
Yaah...pembeli toko handphone kami hari ini cukup bervariasi. Ada teman, langganan baru dan langganan yang sudah lama sekali tidak muncul, baru terlihat lagi hari ini.. bahkan ada konsumen yang tiba-tiba datang hanya sekedar membeli nomor perdana (tapi tiga nomor sekaligus...). Wah...senangnya..
Perbincangan ringan itu menjadi perbincangan yang cukup menarik perhatianku, hingga akhirnya aku menulisnya di blog-ku ini.
Kami baru saja memiliki seorang pegawai di toko handphone kami. Namun, pegawai kami kali ini agak berbeda dengan ”Lia” pegawai kami yang terdahulu (dapat baca kisahnya juga di blog aku sebelumnya, berjudul ”Bahasa Bukan Sekedar Bahasa"). Pegawai kami yang sekarang, sebut saja ”Isus”, memang cenderung kurang ramah dan luwes dalam melayani customer kami.
Namun, bukan hal itu yang menjadi topik utama perbincangan aku dan suamiku malam ini. Tiba-tiba saja (karena tidak biasanya suamiku menganalisa sesuatu hal), suamiku mengatakan hal ini kepadaku, ”Kebayang gak, kalau tadi kita pergi jalan-jalan ke Bogor atau kemana gitu, kira-kira apa bisa ya Isus jualan semua handphone seperti yang laku hari ini..?”
Sempat berpikir sejenak, lalu kujawab dengan ragu namun pasti, ”yaa..sepertinya tidak jualan sih..!”
Kalau kami (tepatnya ”aku”) tidak ada di toko hari ini, mungkin saja temanku tidak jadi membeli. Temanku ini baru saja seminggu lalu tahu bahwa aku punya toko handphone (tidak sengaja lewat di depan toko). Dia bukan teman dekat aku dan dia cenderung agak bawel (alias ”jago nawar”). Apakah dia akan membeli handphone ketika kami tidak ada ? nampaknya tidak semudah itu dia memutuskan untuk membeli di toko kami. Tapi akhirnya dia membeli dua handphone baru (Blackberry boo..), dan sekaligus menjual kedua handphonenya (puji Tuhan..). Kira-kira mengapa dia akhirnya jadi membeli handphone ? jawaban singkat (tanpa analisa lebih lanjut), karena kami ada di toko. Namun tidak hanya ada, tapi kami juga melayani mereka dengan baik.
Ada pula langganan lama suamiku. Dia datang, setelah kurang lebih setahun tidak nampak. Dia juga membawa dua handphone untuk dijual dan ditukar dengan handphone baru. Kalau suami aku tidak ada di toko hari ini, apa kira-kira dia akan menyerahkan handphone nya untuk dihargai pegawai kami? (walaupun pegawai kami sudah diberi kewenangan memutuskan harga, dan apabila mendesak, dia bisa saja menelepon kami untuk memutuskan). Tapi, apa cara seperti ini cukup nyaman untuk langganan kami? Bisa-bisa dia kabur ke toko lain, yang ada bos-nya, sehingga dapat menegosiasikan harga lebih leluasa. Untunglah, ada kami disana, dan akhirnya dia jadi menjual kedua handphone-nya kepada kami.
Kalau saja langganan kami tersebut tidak jadi menjual handphone-nya, maka penjualan berikutnya kepada sekelompok supir angkot (mereka yang mengakuinya sendiri lho.., hehe..lucu juga..ada supir mikrolet, supir metromini, supir kopaja), yaitu sebuah handphone mungil murah meriah tidak akan terjual kepada supir tersebut. Karena handphone ini adalah handphone second yang baru saja kami beli dari langganan kami yang datang sebelumnya.
Melanjutkan perbincangan kami seputar kejadian di toko handphone kami hari ini...
Jadi teringat, seorang ”engkoh” di Food Court Ambasador sebelah kantorku. ”Engkoh” itu adalah pemilik sebuah kios makanan yaitu masakan Jawa Timur. Dia terlihat selalu hadir di kios-nya bahkan turut melayani customer. Pertama, dia menawarkan menu, kemudian menjelaskan menu yang ada, bahkan terkadang dia yang mengantar sendiri makanan yang telah dipesan sampai ke meja customer. Padahal, soal rasa sih biasa saja.. tapi tempat makan itu menjadi cukup dikenal diantara kami, yah..karena ”engkoh” si pemilik sangat terlibat aktif dengan para customer-nya.
Contoh lain, dalam kehidupan kita sehari-hari di kantor. Seringkali kita kecewa karena ketika kita mengadakan meeting penting, undangan yang datang adalah bukan orang yang tepat, sehingga mungkin saja meeting jadi tidak berakhir dengan suatu keputusan. Dan biasanya yang dapat memberi keputusan, tidak lain adalah ”Boss” bukan..? Tapi sebaliknya, kita akan sangat senang dan merasa terhormat, ketika kita tidak berharap seorang ”Boss” datang menhadiri meeting kita, namun tiba-tiba dia datang untuk ikut berdiskusi. Hal itu dapat membuat kita menjadi lebih bersemangat dalam suasana meeting tersebut.
Wah...panjanglah ceritanya kalau mau didetailkan satu per satu. Tapi yang ingin aku sharingkan saat ini adalah ”ternyata keberadaan seorang Boss untuk turut melayani customer dan atau mendampingi pegawai dalam suatu aktifitas tertentu, sangat memberikan pengaruh positif bahkan dapat menentukan sukses atau tidaknya suatu kondisi”.
Jadi, kalau dapat aku simpulkan, apa perlunya keberadaan seorang Boss di setiap kondisi, baik di antara customer, pegawai dan bisnisnya ?
Perbincangan ringan itu menjadi perbincangan yang cukup menarik perhatianku, hingga akhirnya aku menulisnya di blog-ku ini.
Kami baru saja memiliki seorang pegawai di toko handphone kami. Namun, pegawai kami kali ini agak berbeda dengan ”Lia” pegawai kami yang terdahulu (dapat baca kisahnya juga di blog aku sebelumnya, berjudul ”Bahasa Bukan Sekedar Bahasa"). Pegawai kami yang sekarang, sebut saja ”Isus”, memang cenderung kurang ramah dan luwes dalam melayani customer kami.
Namun, bukan hal itu yang menjadi topik utama perbincangan aku dan suamiku malam ini. Tiba-tiba saja (karena tidak biasanya suamiku menganalisa sesuatu hal), suamiku mengatakan hal ini kepadaku, ”Kebayang gak, kalau tadi kita pergi jalan-jalan ke Bogor atau kemana gitu, kira-kira apa bisa ya Isus jualan semua handphone seperti yang laku hari ini..?”
Sempat berpikir sejenak, lalu kujawab dengan ragu namun pasti, ”yaa..sepertinya tidak jualan sih..!”
Kalau kami (tepatnya ”aku”) tidak ada di toko hari ini, mungkin saja temanku tidak jadi membeli. Temanku ini baru saja seminggu lalu tahu bahwa aku punya toko handphone (tidak sengaja lewat di depan toko). Dia bukan teman dekat aku dan dia cenderung agak bawel (alias ”jago nawar”). Apakah dia akan membeli handphone ketika kami tidak ada ? nampaknya tidak semudah itu dia memutuskan untuk membeli di toko kami. Tapi akhirnya dia membeli dua handphone baru (Blackberry boo..), dan sekaligus menjual kedua handphonenya (puji Tuhan..). Kira-kira mengapa dia akhirnya jadi membeli handphone ? jawaban singkat (tanpa analisa lebih lanjut), karena kami ada di toko. Namun tidak hanya ada, tapi kami juga melayani mereka dengan baik.
Ada pula langganan lama suamiku. Dia datang, setelah kurang lebih setahun tidak nampak. Dia juga membawa dua handphone untuk dijual dan ditukar dengan handphone baru. Kalau suami aku tidak ada di toko hari ini, apa kira-kira dia akan menyerahkan handphone nya untuk dihargai pegawai kami? (walaupun pegawai kami sudah diberi kewenangan memutuskan harga, dan apabila mendesak, dia bisa saja menelepon kami untuk memutuskan). Tapi, apa cara seperti ini cukup nyaman untuk langganan kami? Bisa-bisa dia kabur ke toko lain, yang ada bos-nya, sehingga dapat menegosiasikan harga lebih leluasa. Untunglah, ada kami disana, dan akhirnya dia jadi menjual kedua handphone-nya kepada kami.
Kalau saja langganan kami tersebut tidak jadi menjual handphone-nya, maka penjualan berikutnya kepada sekelompok supir angkot (mereka yang mengakuinya sendiri lho.., hehe..lucu juga..ada supir mikrolet, supir metromini, supir kopaja), yaitu sebuah handphone mungil murah meriah tidak akan terjual kepada supir tersebut. Karena handphone ini adalah handphone second yang baru saja kami beli dari langganan kami yang datang sebelumnya.
Melanjutkan perbincangan kami seputar kejadian di toko handphone kami hari ini...
Jadi teringat, seorang ”engkoh” di Food Court Ambasador sebelah kantorku. ”Engkoh” itu adalah pemilik sebuah kios makanan yaitu masakan Jawa Timur. Dia terlihat selalu hadir di kios-nya bahkan turut melayani customer. Pertama, dia menawarkan menu, kemudian menjelaskan menu yang ada, bahkan terkadang dia yang mengantar sendiri makanan yang telah dipesan sampai ke meja customer. Padahal, soal rasa sih biasa saja.. tapi tempat makan itu menjadi cukup dikenal diantara kami, yah..karena ”engkoh” si pemilik sangat terlibat aktif dengan para customer-nya.
Contoh lain, dalam kehidupan kita sehari-hari di kantor. Seringkali kita kecewa karena ketika kita mengadakan meeting penting, undangan yang datang adalah bukan orang yang tepat, sehingga mungkin saja meeting jadi tidak berakhir dengan suatu keputusan. Dan biasanya yang dapat memberi keputusan, tidak lain adalah ”Boss” bukan..? Tapi sebaliknya, kita akan sangat senang dan merasa terhormat, ketika kita tidak berharap seorang ”Boss” datang menhadiri meeting kita, namun tiba-tiba dia datang untuk ikut berdiskusi. Hal itu dapat membuat kita menjadi lebih bersemangat dalam suasana meeting tersebut.
Wah...panjanglah ceritanya kalau mau didetailkan satu per satu. Tapi yang ingin aku sharingkan saat ini adalah ”ternyata keberadaan seorang Boss untuk turut melayani customer dan atau mendampingi pegawai dalam suatu aktifitas tertentu, sangat memberikan pengaruh positif bahkan dapat menentukan sukses atau tidaknya suatu kondisi”.
Jadi, kalau dapat aku simpulkan, apa perlunya keberadaan seorang Boss di setiap kondisi, baik di antara customer, pegawai dan bisnisnya ?
Keberadaan Boss akan :
1. Membuat customer percaya atau lebih yakin dengan harga/ keputusan yang diberikan kepadanya, karena diberikan langsung oleh si pemutus (yang berwenang memutus).
2. Membuat customer merasa lebih nyaman dalam bertransaksi, karena dia dengan leluasa dapat mengungkapkan hal-hal baik atau bahkan komplain-komplain, dan yakin bahwa apa yang diungkapkan telah disampaikan ke orang yang tepat. Sehingga apabila ada hal yang kurang baik, customer berharap akan cepat diperbaiki.
1. Membuat customer percaya atau lebih yakin dengan harga/ keputusan yang diberikan kepadanya, karena diberikan langsung oleh si pemutus (yang berwenang memutus).
2. Membuat customer merasa lebih nyaman dalam bertransaksi, karena dia dengan leluasa dapat mengungkapkan hal-hal baik atau bahkan komplain-komplain, dan yakin bahwa apa yang diungkapkan telah disampaikan ke orang yang tepat. Sehingga apabila ada hal yang kurang baik, customer berharap akan cepat diperbaiki.
3. Membuat customer merasa dirinya dihargai dan dihormati karena dilayani langsung oleh pemiliknya (sebagai orang dengan level tertinggi di suatu unit tertentu – toko, divisi, unit kerja, perusahaan, dsb)
Jadi, kalau kita adalah seorang Boss.. dimanapun kita berada, pastikan bahwa kita senantiasa berada di tengah-tengah customer kita (untuk mengenal, mendekati dan melayani mereka), di tengah-tengah pegawai kita (untuk menularkan hal-hal baik yang kita miliki, memantau hasil kerja mereka dengan pendekatan personal), di tengah-tengah bisnis kita (agar senantiasa dapat memahami dan mengembangkan bisnis dengan lebih teliti dan cermat).
Jadi, kalau kita adalah seorang Boss.. dimanapun kita berada, pastikan bahwa kita senantiasa berada di tengah-tengah customer kita (untuk mengenal, mendekati dan melayani mereka), di tengah-tengah pegawai kita (untuk menularkan hal-hal baik yang kita miliki, memantau hasil kerja mereka dengan pendekatan personal), di tengah-tengah bisnis kita (agar senantiasa dapat memahami dan mengembangkan bisnis dengan lebih teliti dan cermat).