Minggu, 11 Oktober 2009

Thalassaemia..oh Thalassaemia (part_1)

Thalassaemia… mendengar namanya pun mungkin hampir tak pernah… hanya samar terdengar, namun berlalu begitu saja… Sampai pada suatu waktu, aku mengetahuinya..aku melihatnya dan aku merasakannya.. merasakan kesakitan mereka..merasakan kepedihan mereka..namun masih ada butir-butir harapan kulihat dari setiap tatapan matanya..
Thalassaemia…yah..ternyata, nama itu adalah sebuah nama penyakit yang dapat mematikan..sungguh mematikan..

Apakah Thalassaemia itu ?
Thalassaemia adalah suatu kelainan darah yang terdapat di banyak negara di dunia, khususnya pada orang-orang yang berasal dari daerah Laut Tengah, Timur Tengah atau Asia. Singkatnya, terdapat dua jenis Thalassaemia yaitu Thalassaemia trait/ pembawa sifat Thalassaemia dan Thalassaemia mayor. Yang sungguh menyedihkan adalah mereka yang menderita Thalassaemia mayor, yang diderita sejak lahir, dimana tubuh mereka tidak dapat membentuk Haemoglobin yang cukup dalam darah mereka, sehingga memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.

Ironisnya, transfusi darah yang dilakukan pun belum mampu membuat mereka sembuh dan menghilangkan penyakit tersebut, bahkan pada satu masa tertentu, karena terjadi penumpukkan sejumlah zat besi yang berlebihan dalam tubuh, justru dapat menimbulkan penyakit lainnya seperti jantung, hati, pankreas dll. Inilah yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. (info lebih detail mengenai Thalassaemia serta pencegahannya dapat dibaca di
www.thalassaemia-yti.or.id atau sumber-sumber lainnya di internet).

Pada suatu waktu, kebetulan aku dan seorang teman berkesempatan untuk mengunjungi sebuah yayasan, khusus bagi para penderita Thalassaemia yaitu Yayasan Thalassaemia Indonesia, yang berlokasi di RS. Cipto Mangunkusumo (sebut saja “rumah singgah”). Sempat beberapa waktu kami mengundur kedatangan kami ke yayasan itu, sampai akhirnya dapatlah kami datang untuk bertemu dengan pihak pengelola yayasan.

Ternyata kami dipertemukan langsung dengan ketua/ pendiri yayasan tersebut yaitu Bapak Ruswandi. Wow.. senangnya.. , walaupun kami sempat menunggu beberapa saat sebelum bertemu dengannya dikarenakan beliau masih meeting internal.. namun kami menunggu dengan sabar dan senang hati..

Tak berapa lama pun, kami disapa oleh seorang wanita tepatnya seorang ibu, yang tidak lain adalah istri dari Bapak Ruswandi yaitu Ibu Watty Ruswandi, dan terakhir kami tahu bahwa beliau lebih dikenal dengan sebutan “Bunda”. Yah..mungkin karena kedekatan beliau dengan orang-orang di sekitarnya..khususnya mereka para penderita Thalassaemia, yang sudah menjadikan “rumah singgah” di rumah sakit tersebut pun sebagai rumah kedua bagi mereka.

Begitu selesai berkenalan dan berbincang-bincang sejenak, kami langsung dibawanya untuk mengunjungi sebuah kamar, kamar pasien katanya.. Ketika kami masuk ke kamar tersebut, kami seperti tidak melihat sebuah kamar pasien.. mungkin lebih tepatnya seperti sebuah kamar di rumah sakit darurat (seperti di tempat pengungsian, namun masih lebih baik, karena kondisinya cukup terang, bersih dan ber-AC). Begitu banyak ranjang berjajar disana, dengan begitu banyak anak-anak dan remaja berbaring di setiap ranjangnya (ada satu ranjang yang terisi dua atau tiga orang), dengan tangan yang tersuntik jarum transfusi, serta kantong-kantong darah yang menggantung di setiap sisi ranjang mereka. Yah..di kamar itulah, mereka men”charge” nyawa mereka, mengisi tubuh mereka dengan darah yang tak bisa mereka hasilkan sendiri melalui tubuhnya.

Ibu Ruswandi membawa kami melihat satu per satu pasien disana.. sebagian dari mereka nampak sehat, namun sebagian lainnya nampak lemah. Sesekali Bunda menyapa pasien-pasiennya dengan obrolan ringan namun penuh dengan kalimat ”penyemangat”.. yah..karena semangat untuk hiduplah yang harus mereka miliki dalam kondisi seperti itu.

Sempat aku terdiam dan terpaku kala aku melihat ada seorang ibu dengan anaknya laki-laki (cakep sekali anak itu.. dia putih..bersih..rambutnya pun indah). Ya...tentu saja ibu itu datang untuk menemani anaknya transfusi darah.
Sempat Bunda menyapa ibu tersebut, ”Baru datang Bu..? sudah dapat tempat belum..?”
”Ini lagi nyari tempat..wah sepertinya penuh ya..”.
Sembari Bunda melihat sekeliling, barangkali sudah ada yang selesai transfusi, sehingga ranjang-nya dapat dipakai oleh anak ibu itu, tak sengaja kami melihat barang bawaan si ibu. Selain tas yang dibawanya, ibu itu juga menjinjing sebuah plastik bening berisi jarum suntik dan beberapa peralatan kecil lain (tak begitu jelas terlihat). Melihat itu, aku dan temanku saling bertatapan.. , seakan kami ingin mengatakan hal yang sama.. ”sepertinya... inilah belanjaan para ibu ketika di kamar ini....bukan sayur mayur, bukan daging, bukan pula pakaian atau sepatu..seperti belanjaan ibu-ibu pada umumnya, namun seperangkat alat medis, ya...berbagai peralatan untuk keperluan transfusi darah”.

Tak berapa lama, kami pun keluar dari kamar itu.. Duduk sebentar di ruang tunggu, karena masih menunggu Bapak Ruswandi yang baru saja makan siang. Berbeda dari saat kami datang, yang masih penuh semangat..., namun setelah keluar dari kamar itu, kami merasa lemas..seakan tak ada tenaga lagi..kembali kami saling menatap..tanpa kata-kata, dan terlihat ada bulir-bulir air menyelimuti selaput mata kami..namun kami menjaga agar air mata kami tidak sampai jatuh ke pipi.

Yaah..kami tak kuat melihat pemandangan seperti itu.. tapi ini kenyataan, sungguh suatu kenyataan.. Ternyata ada kehidupan lain di luar sana yang mungkin tak kita ketahui dan pikirkan selama ini. Kalau selama ini kita sudah sangat merasa menderita dengan penyakit flu, demam, cacar, anemia, mungkin itu belum seberapa dibandingkan penderitaan yang dialami oleh mereka para penderita Thalassaemia.

Thalassaemia..oh Thalassaemia (part_2)

Kurang lebih 5 menit kami menunggu, akhirnya kami bertemu dengan Bapak Ruswandi di ruang meeting. Disana ada Bapak dan Ibu Ruswandi, dua orang ibu dan seorang anak muda sebagai anggota pengurus. Ternyata anak muda itu adalah juga penderita Thalassaemia. Walaupun dia sakit, terbukti bahwa penyakit tersebut tak membuatnya lemah, justru dia dapat berkarya melalui kontribusinya di yayasan tersebut.

”Kondisi dimana setiap saat ada saja penderita yang meninggal, sudah menjadi hal yang biasa bagi kami disini. Bahkan terkadang di antara mereka sering saling bertanya (dengan canda), siapakah yang akan meninggal lebih dulu..”, begitu diungkapkan Ibu Ruswandi. Mendengar perkataan itu, aku merinding.. bagaimana tidak..? kematian yang begitu ditakutkan oleh kebanyakan orang, menjadi hal yang biasa bagi mereka. Bahkan mereka sudah siap untuk menantikan kematian itu.

Kami terpana mendengar berbagai kisah yang diceritakan Bapak dan Ibu Ruswandi. Indonesia sungguh beruntung mempunyai orang-orang seperti mereka, yang begitu peduli dengan penderitaan orang-orang lain dan membantu meringankan penderitaan yang mereka alami. Dan, kami pun terpanggil untuk membantu mereka. Walaupun kami belum tahu apa yang akan kami berikan untuk meringankan beban mereka secara lahir batin.. dan walaupun panjang umur merupakan mujizat yang mungkin saja ada (harus kami amini), namun kami sungguh ingin memberikan yang terbaik bagi mereka, karena mereka juga berhak mendapatkan kebahagiaan di semasa hidupnya..

Dan melalui tulisan ini, adakah sahabat-sahabatku tergugah hatinya untuk membantu mereka..? Tidak ada yang lebih indah, daripada ketika hidup kita dapat menghidupkan orang lain yang membutuhkan..

Setetes Darah Berarti Buat Kami
Karya : Diah Rahayu Utami
(Penderita Thalassaemia yang meninggal 29-08-1990 usia 25 tahun)

Terlahir ke dunia...
Di antara berjuta-juta manusia,
Ada kebanggaan...kesedihan...harapan...
Kejenuhan... juga ketegaran...
Satu-satu.. berlalu....,
Berbaur dalam garis kehidupan...
Anugerah Yang Maha Kuasa.

Detak jantung berdegap
Menggerakkan denyut-denyut nadi,
Berpacu....melawan hidup..menentang maut
Suatu cobaan telah kuterima
Beban yang berkepanjangan..
.... Belum selesai...
Namun singkat namanya Thalassaemia
Denting jam berdetak...
Menyita hari-hari hidupku...

Di pembaringan... di jalanan...
Di tengah kesibukan....

Yang setiap saat kubutuhkan,...
Kukuatkan jiwa dan raga,
Lewat kesetiaan jarum-jarum kebajikan,
Yang bersiratkan merah darah...
Setetes darah orang-orang bijak,

Selama ini aku berangan-angan..
Ada suatu yang dapat menaklukkan...
Beban yang melekat di pundakku,
Namun, selama ini pula,
Belum nyata datang.. belum nyata,
Yang ada hanya harapan
Yang tak pernah menyajikan apa-apa,

Diantara FirmanMu Ya Tuhanku,
Kukembalikan daku,
Bahwa aku adalah milikmu..
Dan kuyakini FirmanMu, bahwa...
Dari Engkaulah beban yang ada di pundakku,
Dan dari Engkau jualah mujizat yang kudambakan

Kepada dunia..
Lihatlah mereka, saudaraku...
Penderita Thalassaemia
Mereka butuh ketegaran dan tetesan darah
”Setetes Darah Sangat Berarti Buat Kami”

Kepada sahabatku...saudaraku...
Mari...marilah...
Jalurkan tangan terbuka dengan muka tengadah,
Bacalah...ya Tuhan kami...
Jangan Engkau pikulkan beban yang berat..
Yang tak sanggup kami memikulnya...

Maafkanlah kami,
Ampuni kami... dan
Rahmati kami, Engkau penolong kami.

Hilangkanlah ketakutan kami..
Wahai Tuhannya manusia. Sembuhkan penyakit kami,
Engkau Maha Penyembuh,
Tiada kesembuhan melainkan...
KesembuhanMu... ya Tuhanku
KesembuhanMu yang tidak..
Meninggalkan penyakit.
Amin

Senin, 14 September 2009

Indahnya Berbagi di Bulan Ramadhan..

“Ayo… baksos yook… udah mau masuk bulan Ramadhan lho.. rencananya kan awal bulan September kita udah baksos lagi… Nanti keburu Lebaran… ga keburu deh… “

Yah.. sudah saatnya kami melakukan kegiatan baksos lagi, yang saat ini sudah kali ke-5 sejak kami melakukannya di bulan Mei 2008 yang lalu. Namun lagi-lagi kesibukan kami sehari-hari sempat membuat kami melupakannya.. Untungnya kami segera tersadar dan terpanggil untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan.

Setelah mendapatkan informasi alternatif tempat tujuan baksos dan survey ke lokasi, maka kami menetapkan tujuan baksos ke-5 kami yaitu ke Panti Asuhan Al Anwar, yang berlokasi di Jl. Pondok Jaya RT 05 Rw 02 - Bintaro, yang beranggotakan 25 anak yatim piatu (SMP dan SMA). Dan artinya.., kami harus segera mengumpulkan sumbangan bagi ke-25 adik-adik kami di panti tersebut.

Sempat muncul keraguan dan kekuatiran kami bahwa sumbangan yang akan terkumpul saat ini mungkin akan kurang memadai. Selain karena waktu pengumpulan sumbangan yang mepet (tidak sampai dua minggu), juga mungkin saja sebagian orang sudah mengalokasikan sumbangannya untuk tujuan yang lain, mengingat saat ini dalam bulan ramadhan (bulannya orang lebih banyak beramal) dan baru-baru ini terjadi bencana gempa di Jawa Barat.

Namun, tekad dan semangat kami tidak kendur, malah makin tertantang untuk dapat melakukan dan memberikan yang terbaik bagi mereka, anak-anak panti yang walaupun hidup seadanya namun tetap bersemangat menjalani hidupnya.

Waktu sudah semakin dekat, kira-kira kurang dari 8 hari lagi dari rencana kami pergi ke Panti Asuhan tersebut, namun dana dan barang yang terkumpul masih relatif sedikit, sehingga kami pun belum berani mengandai-andai bentuk sumbangan seperti apa yang akan kami berikan ke panti tersebut.

Lalu kami memutuskan bahwa pada H-3, berapapun dana yang terkumpul, akan kami belanjakan sesuai kebutuhan panti tersebut. Dan akhirnya..., alhamdulilah puji Tuhan, dana yang terkumpul terus bertambah..(bahkan sampai kami selesai belanja di hari terakhir pun, masih ada partisipan yang menyumbangkan sebagian rejekinya untuk berbagi).

Pada H-2 hingga H-1 kami masih terus belanja untuk sumbangan kami.. maklum kami harus berbagi waktu dengan tugas pekerjaan kami di kantor, sehingga kami hanya dapat belanja di waktu istirahat dan pulang kantor saja. Untungnya, kami melakukannya dengan sukacita, semangat dan saling mendukung satu sama lain. Membawa berkilo-kilo beras, berliter-liter minyak goreng, berlusin-lusin mukena dan baju koko, berdus-dus susu, dari tempat belanja ke kantor (basecamp) kami... walaupun berat namun terasa ringan ketika kami melakukannya bersama-sama...

Rupanya kendala tak cukup sampai di pengumpulan sumbangan saja, kendaraan untuk mengangkut barang-barang sumbangan ke lokasi pun sempat menjadi kendala bagi kami. Mobil yang tersedia hanya satu (milik seorang sahabat kami), sedangkan kami butuh minimal satu mobil lagi. Namun kami tak menjadi surut semangat hanya karena masalah mobil, ”kurang mobil..? taxi pun jadi lah.. J”

Cukuplah sudah persiapan kami dan kami siap berangkat ke Panti Asuhan Al Anwar..

Sabtu, 12 September 2009

Pagi itu, pkl. 09.00 pagi, waktu yang kami sepakati untuk berkumpul di OCBC NISP Tower – Casablanca. Kami segera membereskan barang-barang yang akan kami bawa ke panti untuk dimasukkan ke mobil. Sekitar pkl. 09.45, kami pun sudah melaju ke lokasi...
Uuugghh...namun jalanan macet dimana-mana, sehingga kami agak terlambat tiba di panti (seperti yang kami janjikan sebelumnya). Namun tak menjadi masalah, karena kami memang tidak ada rencana kegiatan atau acara khusus di baksos kali ini. Hanya sekedar bertemu pengurus panti, menyerahkan sumbangan dan bila sempat, bertemu dengan beberapa anak panti yang sudah pulang sekolah.

Setibanya di panti, kami disambut baik oleh pengurus panti, Bp. Haji Salim, Mba Etty dan seorang pengurus lainnya. Kami pun berbincang-bincang dengan mereka, sempat menanyakan suka duka mereka selama mengelola panti (sejak panti berdiri pada tahun 1992 dan mulai aktif pada tahun 1995), dan ternyata anak-anak panti sudah banyak juga yang mandiri (selepas dari pendidikan SMA). Dan akhirnya kami menyampaikan sumbangan kami yang seadanya dan berharap agar apa yang kami berikan dapat bermanfaat bagi anak-anak dan bagi panti juga.

Kami sempat bertemu dengan beberapa anak yang sudah kembali dari sekolah.. Senangnya dapat bertemu juga dengan mereka.... Kami semua berkumpul di aula dan telah nampak beberapa anak duduk rapi mengenakan mukena dan baju koko...mmm... anak-anak itu nampak soleh dan soleha sekali..(memberikan salam dengan mencium tangan kami – haru sekali rasanya..), bicaranya pun santun.. selain itu.. mereka cantik-cantik, ganteng-ganteng dan rapi pula...

Kami menyampaikan harapan kami dari apa yang kami bawa dan berikan kepada mereka. Sembako yang seadanya mudah-mudahan cukup memadai sampai dengan persiapan berhari raya, mukena dan baju koko sederhana dapat mereka kenakan saat berlebaran, dan yang tak kalah penting, kami memberikan pula lemari buku kecil dan juga buku-bukunya, sebagi investasi awal perpustakaan kecil mereka (menurut informasi, rencananya pengurus panti akan membuat perpustakaan).

Buku-buku yang kami berikan, selain sebagai ilmu tambahan pengetahuan sekolah (buku-buku pengenalan dasar komputer), sebagai penunjang keterampilan mereka (buku-buku kreasi masakan, menjahit dsb), juga sebagai penunjang motivasi hidup (buku-buku ajaran islami dan kisah nyata perjuangan seorang dalam meraih sukses).

Mereka nampak senang sekali menerima pemberian dari kami. Wajah dan senyum bahagia mereka bagaikan air yang menyejukkan hati kami yang dahaga.. Kami bahagia bila mereka bahagia...

Sebelum mengakhiri pertemuan kami, kami sempat berkeliling melihat kamar tidur anak-anak. Mmmm...tempat yang cukup luas namun dengan perabotan benar-benar seadanya.. Tempat tidur dengan kayu yang mulai rapuh dan beralas kasur tipis tanpa sprei, lemari pakaian yang nampak kusam dan sudah kurang menampung pakaian mereka.

Namun kami salut dengan pendidikan yang diberikan panti kepada anak-anak, membentuk mereka menjadi pribadi yang disiplin (dengan jadwal piket) dan norma kesantunan (dengan aturan/ batasan-batasan tertentu yang diberlakukan bagi mereka).

Pertemuan kami yang singkat itu kami akhiri dengan foto bersama, sebagai kenang-kenangan kami.. bahwa kami pernah bersamanya.. dan untuk mengingatkan kami bahwa mereka masih ada untuk kami ingat, kami kunjungi dan kami bantu di lain kesempatan.

Selamat tinggal cantik.. selamat tinggal ganteng.. semoga hati dan jiwa kalian tetap secantik dan seganteng parasmu.. yang akan membawamu ke masa depan yang lebih baik.

Senin, 17 Agustus 2009

Bersyukur dan Bahagia...

Terima kasih untuk sahabatku “Yenny Gunawan” yang telah mengirimkan email tentang kisah berikut ini untuk kita renungkan bersama :

Alkisah, ada seorang pedagang kaya yang merasa dirinya tidak bahagia. Dari pagi-pagi buta, dia telah bangun dan mulai bekerja. Siang hari bertemu dengan orang-orang untuk membeli atau menjual barang. Hingga malam hari, dia masih sibuk dengan buku catatan dan mesin hitungnya. Menjelang tidur, dia masih memikirkan rencana kerja untuk keesokan harinya. Begitu hari-hari berlalu.

Suatu pagi sehabis mandi, saat berkaca, tiba-tiba dia kaget saat menyadari rambutnya mulai menipis dan berwarna abu-abu. "Akh. Aku sudah menua. Setiap hari aku bekerja, telah menghasilkan kekayaan begitu besar! Tetapi kenapa aku tidak bahagia? Ke mana saja aku selama ini?"
Setelah menimbang, si pedagang memutuskan untuk pergi meninggalkan semua kesibukannya dan melihat kehidupan di luar sana . Dia berpakaian layaknya rakyat biasa dan membaur ke tempat keramaian.
"Duh, hidup begitu susah, begitu tidak adil! Kita telah bekerja dari pagi hingga sore, tetapi tetap saja miskin dan kurang," terdengar sebagian penduduk berkeluh kesah.
Di tempat lain, dia mendengar seorang saudagar kaya; walaupun harta berkecukupan, tetapi tampak sedang sibuk berkata-kata kotor dan memaki dengan garang. Tampaknya dia juga tidak bahagia.
Si pedagang meneruskan perjalanannya hingga tiba di tepi sebuah hutan. Saat dia berniat untuk beristirahat sejenak di situ, tiba-tiba telinganya menangkap gerak langkah seseorang dan teriakan lantang, "Huah! Tuhan, terima kasih. Hari ini aku telah mampu menyelesaikan tugasku dengan baik. Hari ini aku telah pula makan dengan kenyang dan nikmat. Terima kasih Tuhan, Engkau telah menyertaiku dalam setiap langkahku. Dan sekarang, saatnya hambamu hendak beristirahat."
Setelah tertegun beberapa saat dan menyimak suara lantang itu, si pedagang bergegas mendatangi asal suara tadi. Terlihat seorang pemuda berbaju lusuh telentang di rerumputan. Matanya terpejam. Wajahnya begitu bersahaja.
Mendengar suara di sekitarnya, dia terbangun. Dengan tersenyum dia menyapa ramah, "Hai, Pak Tua. Silahkan beristirahat di sini."
"Terima kasih, Anak Muda. Boleh bapak bertanya?" tanya si pedagang.
"Silakan."
"Apakah kerjamu setiap hari seperti ini?"
"Tidak, Pak Tua. Menurutku, tak peduli apapun pekerjaan itu, asalkan setiap hari aku bisa bekerja dengan sebaik-baiknya dan pastinya aku tidak harus mengerjakan hal sama setiap hari. Aku senang, orang yang kubantu senang, orang yang membantuku juga senang, pasti Tuhan juga senang di atas sana. Ya kan ? Dan akhirnya, aku perlu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua pemberiannya ini".
Sahabat-sahabatku terkasih,...
Mungkin sebagian dari kita mengalami hal seperti cerita ini.. Seringkali merasa tidak cukup bahagia.. mengeluh.. dan terus mencari pembenaran diri untuk layak mengeluh.. Sesungguhnya pada saat kita mengeluh, Tuhan Sang Pencipta sedang bersedih, melihat kita umatNya tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikanNya...
Memang harta kekayaan merupakan kebahagiaan yang berwujud.. namun ada kebahagiaan yang tak ternilai harganya, yaitu saat kita sudah melakukan segala sesuatunya dengan baik.. dan apa yang kita lakukan dapat membuat orang lain bahagia.. terlebih apa yang kita lakukan dapat membuat Tuhan tertawa bahagia dan upah kita sungguh lah besar di Surga...
Walaupun mudah untuk ditulis.. mudah untuk disharingkan, namun cukup sulit untuk dilakukan.. Oleh karenanya, sahabat-sahabatku terkasih, bila kita masih sering mengeluh, masih sering merasa tidak cukup bahagia, yukss.. kita belajar untuk mempunyai hati yang lapang untuk menerima segala sesuatu yang telah diberikan Tuhan untuk kita dan tetaplah BERSYUKUR.... maka kita akan BAHAGIA..

Salam sukses luar biasa untuk kita semua !
GBU

Sabtu, 11 Juli 2009

Menabur Kebaikan, Menuai Kebaikan..

Satu hal yang aku yakini bahwa siapa yang menabur benih kebaikan, maka ia akan menuai buah kebaikan.. Jadi, marilah kita berbuat baik selalu, dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun...
Sungguh menyedihkan, mengenaskan dan memprihatinkan, setiap kita melihat siaran televisi dan radio yang memberitakan berbagai bencana atau musibah yang terjadi di sekitar kita. Anak-anak yang seharusnya bersekolah dengan tenang, harus kehilangan baju dan buku-buku sekolah, karena hanyut terbawa arus banjir yang melanda daerahnya. Sekelompok keluarga yang semula hidup begitu nyaman, tak pernah menyangka mereka akan menjadi penghuni tempat-tempat pengungsian, ketika sebuah tanggul jebol dan memporak-porandakan seisi rumah mereka. Banjir besar, gempa bumi dahsyat, tanah longsor, dan semua bencana yang terjadi, selain merusak prasarana dan sarana kehidupan, melumpuhkan aktifitas perekonomian, juga menelan banyak korban jiwa manusia dengan tak pandang bulu, anak-anak, orang muda, kakek nenek, bahkan bayi tak berdosa pun kerap lenyap, tanpa seorang pun dapat mengelaknya. Hanya dapat pasrah kepadaNya dan berusaha menghadapinya dengan lapang dada.

Memang hidup penuh perjuangan! Demi mempertahankan hidupnya, manusia bekerja membanting tulang siang dan malam. Kadang berjuang melawan penyakit yang dideritanya (walaupun tak diinginkan). Dan ketika bencana datang menerpanya, mereka juga harus berjuang untuk tetap hidup dan menata kembali kehidupannya dari puing-puing traumatis, kehancuran dan kehampaan. Namun di balik kesedihan, gerutu bahkan protes kita kepada Tuhan kala bencana menimpa kita, tidak ingatkah kita bahwa Tuhan tak akan pernah memberikan cobaan kepada kita, yang melebihi kemampuan kita untuk menghadapinya? Sungguh suatu janji manis yang akan menenangkan setiap kita bahkan di dalam keadaan sangat sulit sekalipun.

Namun, janji itu juga tak serta merta diberikan Tuhan langsung kepada setiap umatNya. Dia akan memakai setiap kita yang (puji Tuhan) masih dapat makan bersama keluarga di meja makan, masih dapat bersekolah dengan tenang, masih mempunyai pekerjaan dan penghasilan, masih dapat tertawa riang dan bernyanyi dengan sukacita. Kita akan dipakaiNya untuk menolong setiap mereka yang tidak (atau tidak lagi) merasakan seperti apa yang kita rasakan. Lalu..., apakah kita mau menjadi alatNya, dan siap mengulurkan tangan kita 'tuk membantu sesama yang membutuhkan..?

Bagaikan roda yang berputar, terkadang berada di atas dan terkadang di bawah. Begitu pula kita, manusia biasa yang tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi pada kehidupan kita di masa yang akan datang. Oleh karenanya kita tak pantas bersombong diri dan mementingkan kepentingan diri sendiri. Saling tolong menolong mungkin sikap yang paling pantas untuk kita lakukan selama kita hidup di dunia ini. Namun semuanya kembali pada diri kita masing-masing, apakah kita dengan iklhas dan tulus hati ingin menolong sesama atau tidak, dan tak ada seorang pun yang dapat dan berhak memaksakan kita untuk melakukannya.

Aku sungguh beruntung berada diantara teman-teman yang sangat peduli terhadap penderitaan orang-orang di sekitar kami. Secara berkala, kami merencanakan dan melakukan kegiatan sosial, sehingga secara tak langsung kami selalu diingatkan untuk setiap saat peduli dan berbagi kepada sesama. Bukan seberapa besar dana yang kami sumbangkan atau seberapa banyak waktu yang kami curahkan untuk melakukan aktifitas sosial, sebagai ukuran kepedulian kami terhadap sesama, namun yang terpenting adalah niat baik dan ketulusan hati setiap kami untuk melakukannya.

Dewasa ini, sikap peduli kepada sesama bukan hanya menjadi tanggung jawab pribadi, tapi juga bagi perusahaan, melalui berbagai aksi sosial yang dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat, yang kita kenal sebagai kegiatan CSR (Corporate Social Responsibilty).

Sebegitu pentingkah kita menolong sesama atau sebegitu pentingkah sebuah perusahaan melakukan kegiatan CSR? Apa yang melatarbelakangi seseorang, sekelompok orang dalam suatu komunitas masyarakat atau perusahaan, menolong dan membantu sesamanya? Karena panggilan hati, niat baik, sekedar memenuhi ajakan teman, atau mungkin sekaligus untuk mencari perhatian orang atau pihak lain ?

Bagiku, apapun alasannya, yang penting adalah ketulusan hati dari setiap orang yang melakukannya. Ketika kita atas nama perorangan, kelompok tertentu atau perusahaan, bersama-sama ke lokasi para korban banjir, membantu mereka membersihkan rumah dan lingkungan sekitar, menghibur anak-anak yang trauma akibat bencana yang baru saja dialaminya, atau ketika kita saling bahu membahu membangun sekolah yang rusak akibat gempa bumi. Dan apabila setiap dari kita melakukannya dengan begitu semangat, sukarela dan tulus hati, bahkan lelah dan peluh pun menjadi keriangan kami. Jadi, apakah masih perlu dipertanyakan, alasan apa yang melatarbelakangi mereka menolong sesamanya ?

Satu hal yang aku yakini bahwa siapa yang menabur benih kebaikan, maka ia akan menuai buah kebaikan.. Jadi, marilah kita berbuat baik selalu, dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun...

Sebuah keyakinan sederhana ini akan membawa setiap kita yang berbuat baik akan menerima kebaikan. Dan apabila satu orang di dunia ini berbuat baik kepada satu orang lainnya, dan satu orang yang menerima kebaikan berbuat baik lagi kepada satu orang lainnya, dan begitu seterusnya, maka maka aku yakin, dunia ini menjadi baik adanya, di masa sekarang sampai masa yang akan datang ...

Sabtu, 04 Juli 2009

Dua kata : "Terima Kasih ..."

Sebuah ucapan sederhana yang mampu mengubah kehidupan…
– seringkah kita menerima ucapan ”terima kasih” atau sudahkah kita mengucapkannya kepada orang lain ?


Aku sering kesal dan terkadang tak habis pikir kepada seseorang (yang mempunyai hubungan yang cukup dekat denganku). Aku seringkali membantunya dalam berbagai hal, baik ketika dia sedang ditimpa musibah atau aku yang memang sedang berbaik hati memberikan atau membelikan sesuatu untuknya. Namun jarang sekali aku mendengar kata “terima kasih” keluar dari bibirnya. Aku bukan seorang yang “gila pujian”, namun sekedar sebuah ucapan singkat itu rasanya bukan suatu hal sulit untuk dilakukan. Apa dia berpikir karena kedekatan hubungan kita membuat aku sudah “seharusnya” dan “sewajarnya” membantu dan menolongnya, sehingga tak perlu lagi sebuah ucapan itu dilakukannya.

Ternyata tak hanya kepadaku dia sulit mengucapkan kata “terima kasih”. Seringkali aku mendapatkannya juga ketika dia akan keluar parkir, di sebuah loket karcis parkir (kebetulan parkir gratis), begitu karcis diberikannya ke petugas dan palang parkir terbuka, dia dengan begitu saja melaju dengan mobilnya tanpa mengucapkan sepatah apapun. Memang terlihat hal ini simple, namun bukankah pada saat kita akan keluar parkir, walaupun gratis, namun kita juga telah dilayani oleh petugas itu, dan sekali lagi apalah susahnya mengucapkan kata “terima kasih” kepadanya atas pelayanannya?

Lama-lama aku gerah juga dengan kondisi seperti ini. Dan aku tak ingin, hanya karena sebuah ucapan sesederhana itu yang sangat jarang dia ucapkan, membuat aku menjadi hitung-hitungan dalam memberikan bantuan atau kebaikan kepadanya. Maka kucoba berbicara kepadanya dan memintanya untuk mulai belajar mengucapkan ”terima kasih” kepada siapapun yang telah memberikan bantuan sekecil apapun kepadanya.

Awalnya sangat sulit sepertinya, membuat dia melakukan hal itu. Aku harus berulang kali mengingatkannya untuk mengucapkan kata ”terima kasih” itu, bahkan kepadaku (padahal dipikir-pikir lucu juga aku meminta orang lain untuk mengucapkan terima kasih kepada diriku sendiri). Dan aku selalu memberikan contoh kepadanya dengan tak pernah lupa mengucapkan ”terima kasih” kepadanya, untuk setiap hal kecil apapun yang dia lakukan untukku.. Walaupun hanya sekedar untuk mengambilkan sendok atau tas, selalu kuucapkan dua kata itu kepadanya.

Usahaku kini sepertinya membuahkan hasil, kini dia mulai terbiasa mengucapkan kata ”terima kasih” kepadaku, kepada petugas loket parkir, dan kepada setiap orang yang telah melakukan sesuatu untuknya. Dan aku pun melakukan segala sesuatu untuknya dengan sukarela, karena dia telah menunjukkan kepadaku bahwa dia menghargai setiap apa yang kulakukan untuknya dengan sebuah ucapan ”terima kasih”.

Apakah kita merasa bahwa dua buah kata sederhana ”terima kasih” ini menjadi sangat berarti..? – aku sering menerima ucapan ”terima kasih” dari atasanku sesaat ketika aku pamit pulang kepadanya (setelah seharian aku bekerja di kantor). ”Terima kasih ya Yen...”, sebuah kalimat pendek yang dalam kondisi tertentu (mungkin ketika aku sedang merasa sangat lelah) mampu menggetarkan hatiku saat mendengar kata itu. Sebuah ucapan yang berarti dia (atasanku) merasa telah dibantu olehku dalam hal pekerjaan.

Jadi, pentingkah sebuah ucapan ”terima kasih” ? Percayakah kita bahwa dua kata sederhana itu, dapat membuat orang yang menerimanya, merasa menjadi orang yang berarti dan berguna dalam hidupnya? Membuat dua orang yang sedang bermusuhan bisa menjadi akrab kembali? Atau... justru dua kata sederhana itu, tetaplah menjadi sesuatu yang sederhana dan tak berarti apa-apa..?

Semua itu terserah Anda...

TERIMA KASIH untuk semua sahabatku yang telah membaca tulisan ini...
Semoga bermanfaat...