Minggu, 30 Oktober 2011

Bangganya aku padamu, ma...

Aku slalu ingin membuatnya merasa berarti, karena ia sungguh sangat berarti buatku, cici ku, keluarga ku sejak dahulu, kini dan selamanya…

Berpikir..berpikir..aku terus berpikir, kira-kira apa yang dapat membuat mama merasa dirinya berarti dan bukannya merasa hanya sebagai pesakitan saja..dan apa yang sekiranya dapat melatih dirinya untuk tetap aktif bergerak dan berpikir…

Lalu kuminta dia untuk menulis..menulis tentang apa saja yang ingin dia tulis, yang terbersit di benaknya… Karena dahulu mama sering sekali menulis surat untuk aku dan ciciku.. Suratnya selalu berisi nasehat, tentang menjaga kesehatan, tentang jangan lupa berdoa dan beribadah setiap hari minggu, tentang menjaga kebersihan kamar dsb. Jujur saja, dahulu aku dan ciciku saat menerima surat itu, terkadang kami merasa bosan karena selalu membaca hal yang sama berulang kali. Hanya membaca cepat saja dan kemudian membuangnya.

Namun saat ini, aku sangat merindukan tulisannya…membaca nasehat-nasehatnya untuk aku… Maka aku minta mama untuk menulis, “ma, kalau pagi atau siang lagi ngga ngapa2in, nulis aja ya.. dulu kan mama sering nulis ya..? nulis apa aja, terserah deh.. nanti yeny kumpulin tulisannya, terus yeny bagus2in..bisa jadi buku lho…” bujukku padanya… Tadinya dia enggan merespon, bahkan mengatakan "nanti saja kalau sudah baik". Mendengar hal itu, aku pun tak menyerah menyemangatinya "Jangan tunggu sembuh ma, tangan kanan mama masih bisa menulis, mama masih bisa duduk, harus bersyukur..justru kalau mama bisa melakukannya di keadaan seperti ini, artinya mama jauh lebih hebat dari orang yang sehat." Akhirnya, mama pun menuruti permintaan aku untuk menulis.. Senang sekali melihat respon mama yang antusias, mama langsung merencanakan meja mana yang akan digunakan untuk menulis, membayangkan posisi duduknya dsb. Aku menuruti saja apa yang dia inginkan...

Walaupun aku tak melihat sendiri bagaimana dia menulis, malam keesokannya sepulangku dari kantor, segera aku mengecek hasil karya tulisannya.

“Hari sangat cerah sangat bingung nulis apa?.. Sedih apa boleh buat ? Harus begini untuk hidup. Ma2 sudah tua sakit-sakitan lagi… umur mulai enam puluhan. Sudah mulai sakit-sakitan…. “

(terlihat tulisannya yang tidak serapi dan sebagus dahulu, sepertinya perlu ekstra usaha untuk menulisnya)

Lalu, baru aku diinformasikan oleh suster rumahku, bahwa tadi pagi mama menulis surat itu dengan menangis… Setiap kata yang ditulis, dia menangis, tak henti hingga kata terakhir yang ditulisnya..

Mendengar hal itu, aku minta mama untuk berhenti saja menulis. Aku hanya ingin membuat mama merasa lebih berarti bukan untuk menangisi keadaannya saat ini.. hikss…

Lalu aku minta dia untuk menggambar saja.. dulu mama juga jagoan menggambar.. menggambar orang paling pintar dia.. : ) apalagi baju.. *secara mama puluhan tahun menjadi tukang jahit.. hehe..

Dan dia menyetujui ideku untuk menggambar.. aku beri dia sebuah buku gambar dan satu set spidol warna-warni. “yeny tunggu gambarnya besok ya ma..”, ujarku mengingatkannya malam itu.

Dan inilah hasil karyanya selama beberapa hari :

Salah satu gambar yang aku paling suka.. aku beri judul “Three of Us”, itu adalah gambar kami : mama, aku dan cici aku… bagus sekali gambarnya…

Dia menggambar dan terus menggambar hingga saat aku menulis blog ini.. aku minta mama juga untuk mewarnai setiap gambarnya agar lebih indah dipandang... Setiap aku pulang kantor, aku selalu ingin melihat hasil karyanya..selalu merindukannya... :)

Bangganya aku padamu ma…

Di sakitmu, kau tetap bisa berkarya…walau karya itu hanya untuk dirimu, dan untuk kami anak-anakmu.. tak ada yang dapat mengalahkan nilai dan point yang kami berikan atas hasil karyamu.. nilainya sebesar kasih sayang kami yang tak terhingga padamu…

Lov u mom so much…

Minggu, 23 Oktober 2011

Bersyukur, Bersyukur dan Bersyukur Slalu...

Selalu bersyukur..rasanya hal ini yang ingin slalu kuingat dan lakukan. Tak ada yang lebih indah ketika kita bersyukur dan bukan mengeluh atau meratapi hidup.

Bukannya aku bersyukur mama diberi sakit seperti saat ini. Tapi aku bersyukur karena dengan kondisinya yang sakit ini, kedekatan dan rasa sayang aku kepadanya ssemakin bertambah. Begitupun mama, dia juga merasakan rasa sayang dan perhatianku yang lebih kepadanya. Kepasrahan dan kepercayaan aku kepada Tuhan pun semakin nyata.

1 bulan sudah kira-kira sejak mamaku keluar dari Rumah Sakit untuk kedua kalinya. Selang yang masih menempel di hidungnya turut menandai bahwa dia belum pulih dari sakitnya. Tak jarang dia meminta dengan tatapan minta dikasihani kepada kami, agar selang yang dipasang melalui hidung ke lambungnya segera dilepas. Namun apa daya, kami pun belum berani melakukannya, karena menurut dokter harus menunggu hingga mama bisa mengunyah makanan dan minum air melalui mulut tanpa tersedak. Sulit memang rasanya, namun tetap harus dicoba perlahan dan bersabar.

Kira-kira hampir seminggu ini mama sudah mulai coba makan bubur melalui mulutnya (dengan selang masih tetap dipakai). Puji Tuhan, mama mampu melakukannya walaupun sangat perlahan dan butuh waktu yang cukup lama. Bubur yang dimakannya pun belum dapat bervariasi, hanya bubur putih, kalaupun ada sayuran atau bumbu lain hanya sebagai penambah aroma bubur, ditaruh di pinggiran piring saja. Syukurlah, mama tidak terlalu banyak meminta, atau mungkin karena dia sudah sangat bosan hanya diberi susu yang tidak pernah dirasakan melalui lidahnya (karena masuk lewat selang langsung ke lambung). Mama nampak semangat kalau makan bubur, dia sering minta porsi bubur di sendok ditambah agar segera dapat dihabiskannya. “Pelan-pelan aja ya ma..yang penting belajar mengunyah dan menelan, daripada nanti tersedak..”, begitu ujarku kala menyuapinya.

Perlahan, asupan makanan yang masuk melalui mulutnya mulai beragam. Buah-buahan seperti kiwi dan papaya kami coba berikan melalui mulutnya. Mama sangat suka kiwi golden (kuning manis), yang selalu aku belikan dari toko buah sebelah kantorku. Lahap sekali melihatnya makan kiwi itu.. senang deh.. :)

Pengobatan selain dokter pun terus kami upayakan, setelah kira-kira sebulan lalu kami memanggil sinshe untuk membantu mempercepat pemulihan mama, akhirnya tiba waktunya untuk kami panggil sinshe itu untuk kedua kalinya. Sejak pengobatan oleh sinshe itu, memang nampak perubahan yang lebih baik (walaupun tidak terlalu signifikan), tangan dan kaki kirinya yang diserang oleh stroke pertama kali, terasa lebih “enteng”, begitu ungkap mama sumringah. Mama biasa seperti itu, kalau merasa lebih baik, dia akan semangat latihan sendiri.. Sampai akhirnya mama terlihat sudah mulai percaya dengan sinshe itu bahkan menantikannya kapan dipanggil lagi.

Akhir belakangan ini, tangan kiri mama khususnya telapak dan jari-jarinya terlihat bengkak (dalam waktu yang cukup lama). Biasanya bengkak itu karena kurang gerak, bila sering digerakkan, pasti akan normal seperti tangan kanannya. Begitupun pergelangan tangan kirinya, sering dikeluhkan sakit dan agak kaku. Dan tibalah waktunya kami untuk memanggil sinshe itu segera untuk melakukan terapi (totok) ke mama. Hari Sabtu, hari yang dijanjikan aku ke mama untuk mendatangkan sinshe itu, begitupun aku sudah janji ke sinshe itu untuk menjemputnya. Walaupun rumah sinshe itu nun jauh disana (Tangerang ujung sekali), tentu akan kami datangi demi mama.

Sebelum kami menjemputnya, saya dan suami pun sepakat untuk menanyakan terlebih dahulu mengenai biayanya. Karena menurut kami, biaya yang dikenakan saat ia datang pertama kali terlalu mahal, bila dibandingkan teman kami yang merekomendasikan dia kepada kami. Dan kebetulan kami pun sudah mengetahui latar belakang sinshe itu, dimana dia mengenakan biaya terapi berbeda-beda setiap orang, sesuka hatinya dan sesuai dengan analisanya sendiri apakah pasiennya tergolong ‘kaya’ atau ‘biasa’. Jadi kami memberanikan diri untuk meminta kebaikan hatinya untuk memberikan keringanan harga. Lalu kami pun sms ke beliau pada malam sebelum kami menjemputnya, dengan gaya to the point namun sangat santun, kami kira. Namun jawaban apa yang kami dapatkan melalui sms balasannya kepadaku, “kmu tdak ad jodoh sma sya mka bsk gk ush jmpt saya”. *padahal seberapapun dia akan mengurangi biaya, kami akan terima, setidaknya lumayan untuk mengganti sebagian uang bensin kami bolak-balik menjemput dan mengantarnya (sepakat kami dalam hati sebelum kami sms kepadanya).

*sebenarnya aku tidak terlalu ‘sreg’ dengan sinshe ini, karena pernah juga dia mengucapkan perkataan yang kurang enak didengar bagi pasien atau keluarga pasien. Waktu itu, hari kedua setelah totok dilakukan ke mamaku, aku sms ke dia untuk menanyakan karena ada kondisi yang berbeda dari biasanya, aku menanyakan apakah ini efek dari obat yang diberikannya atau bagaimana. Sekaligus aku menginformasikan bahwa mama aku belum ada perubahan apapun, kaki dan tangannya masih lemas. (karena dia bilang kepadaku untuk memberi info pada hari kedua dst mengenai progress mamaku).Dan jawabannya : kalau memang ada efek samping dari obat ya distop aja obat darinya dan bila aku mau mama cepat sembuh silahkan cari yang lain. Emosi dan sedih aku membaca jawaban seperti itu. Namun aku tidak menyerah, aku tunggu progress mama hingga hari ke-5, sesuai waktu yang dia janjikan bahwa seharusnya ada perbaikan. Dan nyatanya memang ada perbaikan..hingga aku memutuskan untuk memanggilnya untuk kedua kali.

Bagai tersayat pisau tajam, aku tak kuasa menahan emosi dengan perkataannya. Apa dia tidak bisa mengatakan baik-baik kalau memang biaya tidak dapat dikurangi? Mengapa dia harus mengatakan hal itu, mengapa dia harus menolak mengobati mama aku??? Mengingat mama yang sangat menantikan kehadirannya, aku pun menangis..aku bingung harus berbuat apa, rasa putus asa mulai menghinggapiku saat itu, disamping perasaan yang masih membencinya..

Aku benci..ya aku tak memungkiri kalau aku membenci sinshe itu. Setelah apa yang dia pernah ucapkan sebelumnya di sms dan ada pula perkataan lain yang kuingat pada saat dia datang mengobati mama aku untuk pertama kali. Dia mengatakan bahwa “sepandai-pandainya dan serajin-rajinnya orang mempelajari sesuatu (seperti ilmu totok syaraf yang dimilikinya), kalau memang bukan talentanya, maka tidak akan bisa” dan dia juga ada mengatakan “saya mengobati pasien-pasien saya dengan hati dan tulus ikhlas, biar pasien cepat sembuh”. Kalimat-kalimat ini begitu lekat di telingaku... Namun, apa yang terjadi sekarang? Apa yang dilakukannya ke mamaku, apa itu yang namanya menolong orang dari ‘hati’ ?

Aku berteriak dalam hati dan tak henti habis berpikir, mengapa ada orang seperti ini? Mengapa dia harus menolak mengobati mamaku hanya karena uang (yang seharusnya juga masih dapat dinegosiasikan dengan cara baik-baik). Apakah bila aku menawarinya uang Rp100 juta, dia dapat memulihkan mama aku seutuhnya ?? Bukankah kesembuhan sesungguhnya hanyalah berasal dari Tuhan? Dokter, sinshe, bahkan professor sekalipun hanyalah alat yang dipakai Tuhan untuk menyalurkan kesembuhan yang dikehendakiNya. Dan talenta yang dimiliki setiap orang adalah titipan Tuhan, yang dapat dengan mudah diberikan dan diambilNya kembali dari kita. Jadi aku pikir, rasanya manusia tidak berhak menolak memakai talentanya untuk membantu dan menolong orang lain yang membutuhkan, apalagi hanya karena alasan ‘uang’.

Dengan perasaan sedih dan hampa karena aku gagal membawa sinshe itu esok hari untuk mengobati mama, aku pun pulang dari kantor ke rumah. Seperti biasa, aku menghampirinya di kamar, dan aku duduk di tepi ranjangnya, mengajaknya ngobrol, mengajaknya menghafal urutan bulan (Januari s/d Desember), urutan hari (Senin s/d Minggu), tanggal bulan tahun kelahiran aku, cici aku dan mama sendiri. Hampir setiap malam aku melakukan hal itu bersamanya dan diakhiri dengan doa Bapa kami atau doa singkat lainnya. Dan setelah semua itu aku lakukan, aku mengatakan kepadanya perlahan, “ma, sinshe nya kita ganti aja ya..soalnya sinshe-nya mata duitan, masa minta nambah-nambah biaya ga jelas.”, jelasku berbohong kepadanya. Alasan itu rasanya yang paling tepat, mengingat mama paling kuatir merepotkan anak-anaknya untuk urusannya.

Mama hanya menganggukkan kepala tanda memaklumi kalau sinshe itu besok tidak jadi datang. Lalu kualihkan perhatiannya agar tidak lagi memikirkan sinshe itu lagi. Aku tunjukkan daster batik yang memang sengaja kubeli untuknya. Dia nampak senang, karena bahannya cukup adem dan pas di badannya. Aku juga membelikannya cincau hijau untuknya.. ketika kukatakan, "ma, yeny beli cincau untuk mama, tapi minumnya besok ya, sekarang udah malam. mau gak..?". Spontan dia jawab "mau..mau.." dengan ekspresi muka sangat berharap..lucu melihat raut wajahnya saat itu :). Dan aku sempat belikan obat juga untuk mengobati tangan kirinya yang sering dikeluhkan sakit akhir-akhir ini. Semoga membantu meringankan sakitnya ya ma… Dan setelah obrolan itu pun, aku pamit untuk mandi dan beristirahat malam.

Berjam-jam aku rebah di tempat tidurku, namun mata belum juga mau terpejam. Aku teringat satu hal, bahwa aku tak boleh berhenti bersyukur, baik ringan atau berat sekalipun beban yang menghadangku. Bersyukur karena dengan sakitnya mama, aku semakin dekat dan sayang kepadanya; Bersyukur karena dengan adanya case sinshe itu, aku belajar menjadi orang yang sabar; Bersyukur karena aku masih diberi kekuatan untuk mengusahakan pengobatan terbaik untuk mama; Bersyukur karena aku memiliki Tuhan yang LUAR BIASA dan Bersyukur karena hanya dengan meminta dan percaya padaNya maka segala kebutuhan kami kan dipenuhiNya..

Terima kasih Tuhan..Puji Syukur hanya bagiMu..

Aku percaya ada pengobatan dan orang ahli lainnya yang akan Kau pakai untuk membantu memulihkan mamaku,...

Ammiinnnn…..

Minggu, 02 Oktober 2011

Bagi Tuhan Tak Ada Yang Mustahil...

Ku yakin saat Kau berfirman
Ku menang saat Kau bertindak
Hidupku hanya ditentukan
Oleh perkataanMu

Ku aman kar'na Kau menjaga
Ku kuat kar'na Kau menopang
Hidupku hanya ditentukan
Oleh kuasaMu

chorus

Bagi Tuhan tak ada yang mustahil
Bagi Tuhan tak ada yang tak mungkin
MujizatNya disediakan bagiku
Ku diangkat dan dipulihkanNya

Ku diangkat.. dan dipulihkanNya..

Tak terasa, air mataku menetes jatuh ke pipi perlahan, sesaat setelah kuputar CD lagu rohani dari Sari Simorangkir, khususnya lagu “Bagi Tuhan Tak Ada Yang Mustahil. Kuputar berulang-ulang tak hentinya dan kuamini setiap kata dari lagu itu. Kuterima CD itu dari seorang sahabatku Grace, yang khusus diberikannya kepadaku untuk membuatku kuat dan selalu percaya akan kuasa Tuhan…

Aku tidak pernah meragukan kuasa dan penyertaan Tuhan atasku.. tapi entah mengapa semalam aku seperti merasa berada di titik terlemah sepanjang hidupku.. Memang sejak kemarin malam aku diare, kira-kira 5x sudah aku buang air.. ditambah keesokan harinya aku harus menjemput dan mengantar seorang sinshe untuk mengobati mamaku dari sakit stroke nya. Sepulangnya ke rumah, aku kembali diare, padahal sepanjang perjalananku bolak balik Jakarta Tangerang Jakarta sudah berhenti. Dan malam itu, setelah memandang dan ngobrol sejenak dengan mamaku yang masih terkulai lemah di tempat tidur, aku mencoba untuk mengistirahatkan badanku…

Badanku terasa lemas sekali, lemah tak berdaya, sesering mungkin aku harus menarik dan menghela napas agar aku merasa lebih lega. Duduk, tidur, serba salah semua terasa tidak enak. Perut aku pun masih bergemuruh tak karuan. Selama kurasakan lemasnya tubuh ini, air matapun tak henti mengalir.. sementara disamping tempat tidurku berserakan obat-obat mama yang banyak tak terkira, dan harus kupilah-pilah mana yang masih harus diminum, bersamaan dengan obat sinshe (karena ada beberapa obat yang sebaiknya tidak diminumnya selagi dalam perawatan sinshe). Aku stresss... Air mata ini..bukan air mata kesedihan, namun air mata kelelahan.. aku sungguh lelah..lelah sekali malam itu.. Sampai aku tak tahu apa yang harus aku kerjakan dan pikirkan terlebih dahulu…

Akhirnya aku hanya bisa bersujud, meminta pertolongan Tuhan, untuk topang aku, menguatkan aku..menyembuhkan aku dari diare ini agar esok aku bisa lebih kuat dan konsentrasi mengurus mama… Dan puji Tuhan, hingga aku menulis blog ini, perutku sudah kembali normal, tentu dengan dibantu obat norit yang aku konsumsi sejak semalam… Thanks God !

Sejak mama terkena serangan stroke pertama tiga bulan lalu dan sempat dirawat di Rumah Sakit, setidaknya telah merubah hidupku..aku semakin menyayanginya, mengasihinya.. Walau terkadang raga ini lelah, tapi aku selalu bersyukur karena masalah demi masalah dapat aku lalui dengan pertolonganNya.

Namun ketika baru saja aku merasakan pemulihan mama perlahan-lahan, dengan dia mulai bisa belajar berdiri sendiri…aku harus menghadapi kenyataan lain, bahwa mama terkena serangan stroke kedua kalinya.. Kalau yang sebelumnya, penyakit itu mengganggu organ tubuh sebelah kiri, kali ini sebelah kanan.. Walau semua fungsi tubuhnya tidak mati, hanya lemah (aku bersyukur untuk itu), namun aku yakin mama sangat stress menghadapi kenyataan ini.. Dan hal ini yang paling berat yang harus kita hadapi.. karena mama tak boleh kehilangan semangat. Karena bukan oleh obat, dokter, sinshe, keluarga, saudara, namun karena semangat dari dirinya sendirilah dan kehendak Tuhan, maka ia akan pulih.

Sudah 4 hari sejak kepulangannya dari Rumah Sakit untuk kedua kalinya, mama harus makan dan minum melalui selang. Ia tak dapat merasakan apapun yang ia makan, karena makanan dan minuman masuk ke selang dari hidung langsung ke lambungnya. Tentu mama sangat rindu gudeq, nasi padang, bubur ayam abang-abang (yang lewat di depan rumah), mie ayam.. Itulah yang selalu diucapkannya (walau tak begitu jelas), kala kami sedang mengajaknya ngobrol. Ya ma…nanti kalau sudah sembuh, kita akan kasih mama makan ya..(sedikiitt aja tapinya.. :) ). Semoga keinginannya inilah yang akan menambah semangatnya untuk cepat sembuh ya ma...

Peristiwa demi peristiwa dalam hidupku, aku berharap tidak akan membuatku lemah dan mundur. Aku hanyalah manusia biasa, yang mudah goyah, mudah putus asa, mudah lelah… Namun aku bersyukur karena selama ini aku selalu mendapatkan dukungan, perhatian, kekuatan dari keluarga, sahabat, teman-teman. Walau hanya sebuah ucapan “cepat sembuh untuk mamanya ya”, “Tuhan pasti tak akan meninggalkan kita”, atau sharing dari beberapa teman yang juga pernah mengalami keadaan dimana keluarganya juga mengalami sakit yang sama dengan mama atau penyakit lainnya..sungguh membuat aku semakin kuat. Menyadari bahwa setiap orang memiliki kesusahannya sendiri… dan kesusahan yang kita alami bukanlah sesuatu yang patut dikeluhkan, namun diterima dan dihadapi dengan lapang dada.

Terima kasih Tuhan atas semua suka duka, sehat sakit, tegar dan lelahku.. Satu hal yang aku yakini, Engkau tidak pernah tinggal diam atas setiap permohonan yang umatMu panjatkan… Melalui siapa dan bagaimana mama akan dipulihkan, biarlah kehendakMu sajalah yang jadi.. aminnnnn…..

Love Love Love Love Love u Mom..so much…

Sabtu, 16 Juli 2011

I Love u Ma...

3 minggu sudah setelah mama kembali dari rumah sakit, aku seperti kembali ke masa lalu.. yah..masa dimana aku masih kanak-kanak...

Karena stroke yang menyerangnya 1 bulan lalu, mama saat ini sulit untuk menggerakkan kaki khususnya yang sebelah kiri, dan tenaganya yang tidak seperti dulu lagi hingga membuatnya tak mampu mengangkat tubuhnya bahkan untuk bangun dari tempat tidur.

Setiap pagi sebelum berangkat ke kantor, aku selalu menengoknya di kamar. Dia sudah sarapan pagi-pagi sekali, karena harus segera meminum 9 jenis obat sekaligus, demi mengejar waktu dia harus menjalani terapi di siang hari (karena terapi bisa dilakukan 5 jam sebelum dan sesudah makan obat). Dan kusapa dia “ma.., bagaimana pagi ini..? segar ya..? nanti siang latihan kaki ya… semangat, jangan malas..pasti bisa..”. Kira-kira kalimat sederhana itulah yang selalu kutinggalkan untuknya setiap pagi. Setelah kuucapkan kalimat itu dan sebelum kakiku melangkah keluar kamar, kupandang lagi sosok mamaku, dengan tubuhnya yang lemah, terduduk di sebuah bangku yang selalu tidak jauh dari tempat tidurnya, menyendok sedikit demi sedikit makanan untuk dimasukkan ke mulutnya.

Akibat stroke, tenggorokan mama pun jadi sulit untuk menelan makanan dan minumannya. Sehingga tak jarang apa yang masuk mulutnya pun keluar lagi… Melihat kondisinya, aku seperti melihat diriku saat balita ketika sedang makan, karena belum stabil mengunyah, sehingga terkadang makanannya tersisa di sekitar mulut atau tumpah di sekujur tubuhku… Ma.., dulu dirimu yang merawatku hingga akhirnya aku bisa makan sendiri, kini biarkan aku yang menyuapimu..dan jangan mama merasa tidak enak atau merepotkan aku ya…aku rela..aku tulus ma…

Dan aku pun melangkah pergi ke kantor… Selama aku di kantor, mama menjalani terapinya yang hingga saat ini sudah memasuki tahap 2 (12 kali terapi). Dan aku hanya bisa memantau perkembangannya melalui sms suster di rumah yang setia menjaganya. Terkadang senang tak terkira, bila suster tiba-tiba sms memberitahuku bahwa mama sudah bisa menggerakkan kaki kirinya, atau mama sudah bisa menelan makanan atau minumannya dengan baik. Setiap perubahan kecil yang terjadi padanya, membuatku tersenyum sumringah… Setelah lelah dengan pekerjaan kantor seharian, saatnya aku pulang ke rumah, tak sabar untuk membuktikan sendiri perkembangan mama yang baik yang diberitahu susterku.

Sesampai di rumah, aku menengoknya lagi di kamar. Terkadang mama sedang duduk di bangku dekat tempat tidurnya dan menonton TV, namun bila sudah terlalu malam, biasanya dia sudah bersiap tidur di ranjang. Kembali kusapa dia, “bagaimana hari ini ma..? tadi siang sudah latihan? Enak kan gak..?” Dan mama hanya memberi isyarat melalui tangan atau bibirnya (karena dia sulit untuk berbicara), aku mengerti apa yang diungkapkan. Terkadang aku sedih mendengar bila dia mengatakan “yah..beginilah..” dengan mengisyaratkan melalui tangannya yang menandakan bahwa kondisinya masih begini begini saja… Lalu kujawab, “ma..jangan seperti itu ya..? jangan nyerah.. yeny dan cici aja masih semangat, mama juga harus semangat..”. Sesekali kuminta dia untuk menggerakkan kaki kirinya, “ayo ma, coba angkat kakinya..geser-geser..”. Terlihat gerakannya tapi sedikiiiit sekali, dan sebentar saja mama menyudahi usahanya.

Melihat kondisi seperti itu, aku sedih..dan sedikit kecewa, mengapa sepertinya mama tidak semangat, mudah menyerah..hiks.. Mama lebih percaya obat, dokter dan terapi yang dilakukan orang lain untuknya..padahal untuk bisa cepat pulih, semangat dan motivasi diri sendirilah yang sangat diperlukan.

Lalu aku ajak ngobrol mama, kuingatkan dia pada masa kecilku bersamanya.. “Ma, waktu yeny masih kecil, waktu mau belajar jalan, mama kan yang mengajari yeny..? mama menuntun dan memegang tangan yeny lalu sesekali melepasnya..? lalu kenapa akhirnya yeny bisa berjalan? Karena yeny berusaha melakukannya sendiri kan..? bukan karena mama atau papa yang menuntun yeny terus..? Sama dengan mama sekarang.., bukan obat atau dokter yang membuat mama bisa jalan lagi, tapi mama sendiri.. mama pasti bisa! Seusai kuucapkan hal itu, mama menangis sambil mengucapkan kata "iya" dengan susah payah... Dan aku tak sanggup menahan air mataku pula namun kutahan agar tak tampak di matanya.. segera kusudahi obrolanku karena malam pun telah larut.. "Ya udah, besok latihan lagi ya ma… Selamat tidur… “. Kalimat-kalimat seperti inilah yang selalu kutinggalkan sebelum dia tidur dan aku beranjak ke kamarku untuk beristirahat pula…

Dan kini, 3 minggu sudah setelah mama kembali dari rumah sakit, setiap kejadian yang aku lihat dan rasakan, aku merasa seperti kembali ke masa lalu..masa dimana aku masih kanak-kanak... Apa yang mama lakukan untukku di masa lalu, kini aku yang melakukannya untuk mama…

Ma.. kondisimu saat ini sungguh telah membukakan mataku bahwa selama ini aku kurang punya waktu untuk memperhatikanmu… maafkan aku ya ma… Dan kini, selama aku masih sanggup untuk membuatmu pulih, aku tak kan membiarkanmu menanggunya sendiri…

I Love u ma…

Minggu, 15 Mei 2011

"Lapangkan Hatimu Seluas Telaga..."

Di tengah hatiku sedang galau akhir-akhir belakangan ini..saat aku merasa hampur gagal dan tak berarti.. kebetulan sekali seorang sahabat mengirimkan sebuah renungan via bbm, yang sungguh menyejukkan dan menenangkan hatiku..
Dan aku ingin bagikan sebuah renungan penuh makna ini pula untuk semua sahabatku dimanapun berada...

Renungan malam..
Ada seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yg sedang dirundung masalah.

Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan smua masalahnya.

Pak tua bijak hanya mendengarkan dgn seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit & meminta anak muda itu u/ mengambil segelas air.

Ditaburkannya serbuk pahit itu ke dalam gelas & di aduk perlahan,
"Coba minum ini & katakan bagaimana rasanya?" ujar pak tua

"Pahit sekali" jawab pemuda itu

Pak tua itu tersenyum, mengajak pemuda itu u/ berjalan ke tepi telaga dibelakang rumahnya.

Mereka berjalan berdampingan & akhirnya sampai ke tepi telaga yg tenang itu.

Sesampai disana, Pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke telaga itu & dgn sepotong kayu ia mengaduknya,
"Coba ambil air dr telaga ini & minumlah"

Saat si pemuda mereguk air itu, Pak tua bertanya lagi,
"Bagaimana rasanya?"

"Segar" sahut si Pemuda

"Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?" tanya pak tua

"Tidak" sahut Pemuda

Pak tua tertawa terbahak-bahak sambil berkata,
"Anak muda dengarkan baik-baik, pahitnya kehidupan sama seperti segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang.

Jumlah & rasa pahitnya pun sama & memang akan tetap sama.

Tapi kepahitan yg kita rasakan sangat tergantung dari wadah yg kita miliki.

Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkannya.

Jadi saat Anda merasakan kepahitan & kegagalan dalam hidup,
Hanya ada satu yg Anda dapat lakukan:
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya itu,
Luaskanlah hatimu u/ menampung setiap kepahitan itu"

Pesan Moral :
Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

"Jangan jadikan hatimu seperti gelas, Buatlah laksana telaga yg mampu menampung setiap kepahitan itu & merubahnya menjadi kesegaran & kedamaian..."

God loves you all my friends..

Have a nice day..everyday..

Rabu, 02 Februari 2011

Belajar dari Elang...

Malam ini aku mendengar sebuah cerita sederhana, dari radio mobil yang kutumpangi sepanjang perjalanan dari kantor menuju ke rumahku. Mungkin ini cerita lama, tapi jujur aku baru mendengarnya, dan aku sangat terkesan dengan maknanya. Dan kini saatnya aku berbagi cerita untuk para sahabatku, terutama bagi mereka yang belum pernah mengetahui sebelumnya, sepertiku... :)

Elang...yah tentunya kita sepakat untuk mengkategorikan hewan ini sebagai satu jenis unggas yang perkasa. Mengapa perkasa? Selain cakarnya yang kuat mencengkram, matanya pun tajam bagaikan mata pedang. Dan ternyata elang memiliki umur yang panjang, bisa sampai 70 tahun.. Wow..bagi manusia, di usianya ke-70, mereka tentu sudah menjadi renta dan mungkin tak berdaya. Namun, tahukah kita, seekor elang untuk dapat sampai di usianya 70 tahun, dia harus membuat suatu keputusan besar dalam hidupnya. Di usianya ke-40, ia dihadapkan pada suatu pilihan, apakah dia memilih pasrah dengan kondisinya, atau dia rela men’transformasi’ dirinya, namun dia akan dapat bertahan hidup hingga 30 tahun lagi.

Pada usianya ke-40 tersebut, seekor elang akan mengalami kesulitan hidup yang luar biasa. Paruhnya menjadi panjang hingga hampir mencapai dada, sehingga sulit untuk mencabik mangsa. Demikian pula dengan kuku cakar yang menjadi andalannya untuk menangkap mangsa dan menyerang musuh, akan menjadi panjang namun rapuh. Dan bulu-bulu tubuhnya yang semakin tebal dan panjang, menyebabkan tubuhnya menjadi berat, sehingga dia tak mampu terbang dengan bebas. Bila kondisi tersebut dibiarkan, tentu akhirnya elang akan semakin melemah dan akhirnya mati tak berdaya.

Hanya ada satu jalan untuk membuatnya menjadi kembali perkasa, yaitu dia harus memaksakan dirinya terbang tinggi hinggi ke puncak bukit. Lalu membuat sarang di tepi jurang. Dan di sarang itulah dia harus menjalani proses ’transformasi’ diri. Tindakan pertama yang dilakukan adalah mematukkan paruh sekeras-kerasnya ke bebatuan hingga paruhnya lepas. Dan setelah lepas, dia harus menunggu paruh baru tumbuh selama kurang lebih 5 bulan lamanya sampai paruh menjadi cukup kuat. Setelah paruh tumbuh, penderitaan berikutnya adalah dia harus mencabuti semua kuku-kuku di cakar. Dan setelah mencabuti kuku-kuku cakar, dia harus mencabuti bulu-bulu di tubuhnya satu persatu. Bayangkan, betapa menderitanya, badan tanpa bulu, tentu sangat merasakan dingin yang amat sangat di atas puncak bukit, apalagi ketika malam tiba…


Namun setelah proses ’transformasi’ dilaluinya, dia akan dapat hidup perkasa lagi, hingga 30 tahun mendatang.

Wow…kisah Elang ini sungguh sangat menginspirasi aku, membuat aku sadar betapa kecilnya perjuanganku dalam menjalani hidup ini dibandingkan perjuangan seekor elang yang mampu hidup hingga 70 tahun…

Hidup itu sebuah pilihan. Sukses atau gagal bukan semata-mata garis tangan kita dari Tuhan, namun kita dapat pula menentukan, apakah kita akan menjadi orang sukses atau gagal, tergantung bagaimana kita mengupayakannya. Belajar dari elang, dia memilih untuk melalui jalan yang sakit untuk dapat bertahan hidup lebih lama...

Terkadang kita enggan, malas, takut untuk melakukan ’transformasi’ diri. Tidak mau berubah atau takut untuk berubah!! Belajar dari elang, dia tidak takut menjalani proses transformasi, walaupun dia tahu itu akan menyakitkan dirinya...

Dan bila masalah mulai bertubi-tubi datang menyerang, kita mudah pasrah, terus mengeluh dan merasa diri tidak sanggup melaluinya. Belajar dari elang, sekali dia sudah memilih jalan untuk bertransformasi, dia terus melaluinya hingga proses itu usai...


Marilah kita tengok diri kita.. Belajar dari elang, kita harus mau berubah, dan pantang menyerah dalam hidup ini. Rasa sakit yang kita rasakan, hanya ujian yang Tuhan berikan pada kita. Dan percaya bahwa Tuhan telah siapkan jalan yang jauh lebih indah daripada masalah yang ada di depan mata...

Tuhan memberkati.

Amiiinnn...